twitter instagram linkedin
  • HOME
Sumber: google


Bukan, bukan. Post ini bukan post narsis yang akan ngomongin tentang diri saya. Hahaha. Walaupun, memang inspirasinya dari sana.

Jadi, suatu ketika di ruang redaksi kantor, saya dan teman-teman sedang diskusi menentukan sebuah judul tulisan. Lalu saya menyeletuk, "Ih iya yang itu aja, bagus! Berima gitu akhirnya!", dan dibalas oleh editor saya, "Iya, Rima emang bagus. Beraturan, A-A-A-A. Atau A-B-A-B. Nggak kayak Rima yang ini, berantakan. Absurd." katanya, sambil nunjuk ke arah saya. Yang dilanjutkan dengan ngakak-ngakak-an massal satu ruangan. Saya ikutan ketawa sih, walaupun keki juga sebenernya. Hahahaha.

Intinya bukan itu. Intinya, saya, terlepas dari nama saya, emang suka banget sama kata-kata yang berima (Ngomong-ngomong, yang benar tuh "berima" atau "ber-rima" sih?). Jadi kalau membaca tulisan, yang penulisnya jago banget mencari diksi yang bukan cuma sesuai sama apa yang disampaikan, tapi juga membuatnya jadi indah dibaca, tuh rasanya pengen..... UUUUHHH... sungkem! Kalau cewek, mau dijadiin sahabat. Kalau cowok, masih jomblo, duuuh minta dipacarin banget! Hahahahaha. (Btw, jadi keinget pengen banget punya buku kumpulan puisinya Rangga di AADC 2 yang ditulis sama Aan Mansyur. Aaaaaaakkk nggak sabar!)

Selain para penyair, atau penulis, atau apapun itu deh yang bisa membuat kata-kata dan kalimat indah nan berima, saya juga kagum se-kagum-kagumnya sama para...... rapper! IYA LOH. Mereka hebat-hebat banget! Musik hip hop yang erat dengan kebudayaan dan kebebasan berekspresi ini, bukan cuma enak buat didengerin sambil ngangguk-ngangguk hipster gitu, tapi juga diresapin lirik-lirik dan pesan dalam lagunya. Walaupuuuun, saya nggak ngerti-ngerti banget gimana dan yang kayak apasih lagu rap yang keren, punchline dan hook yang oke, atau flow yang asik di hip hop (intinya: pengetahuan saya soal hip hop sangatlah receh), tapi saya sangat menghargai lirik yang poetic dan word play yang bikin saya "whoaahhh... whoaaahhh...." pas dengerinnya.

Selain soal sex, perempuan, dan uang, banyak banget loh hip hop yang berbicara lebih dari itu. Dulu waktu saya kelas 5 SD, saya ngefans berat sama Black Eyed Peas semenjak beli kaset "BIG" yang ada lagu mereka di dalamnya. Judulnya 'Where Is The Love?'. Sampai sekarang, lagu itu masih jadi salah satu lagu favorit saya, yang liriknya powerful banget!


"If you only have love for your own race / Then you only leave space to discriminate / And to discriminate only generates hate / And when you hate then you're bound to get irate"

Trus.... Eminem! Duh, kayaknya siapapun di generasi saya pasti seenggaknya tau cowok ganteng ini deh. Katanya, Eminem adalah salah satu rapper terbaik dengan lirik-lirik terkeren. Dan iya, emang iya banget! Salah satu lagunya yang bikin saya mangap-mangap tuh 'Lose Yourself'. Asli....

"His palms are sweaty, knees weak, arms are heavy / There's vomit on his sweater already: mom's spaghetti / He's nervous, but on the surface he looks calm and ready / To drop bombs, but he keeps on forgetting / What he wrote down. The whole crowd goes so loud / He opens his mouth but the words won't come out / He's choking, how? Everybody's joking now / The clock's run out, time's up, over -- blaow!"

Trus masih banyak lagi.... Ada Missy Elliot, ada M.I.A. Rapper-rapper cewek yang menurut saya wow banget. Missy tuh kayak sesepuhnya rapper perempuan di dunia hip hop, dan M.I.A adalah salah satu alpha female yang berani BANGET ngebahas isu-isu sensitif lewat lagunya. Bahkan saya nangis (hahahaha. tapi emang sedih banget! :( beneran) pas nonton musik videonya M.I.A, 'Born Free' yang sampai di-banned sama Youtube.

Dan baru-baru ini, yang menyita perhatian saya juga adalah rapper dari Korea Selatan, namanya Tablo. Orang Korea tapi lulusan English Literature dan lanjut master degree jurusan Creative Writing, dua-duanya di.... STANFORD UNIVERSITY. Waw.... dan lalu, dengan segala gelar itu, dia milih buat jadi.... rapper. IH! Hahahaha.

Jadi bisa dipercaya ketika si Tablo ini nulis lirik, hasilnya.... BOOM. Gila, gila banget. Poetic, and artistic! Cuma bisa tepuk tangan ajah, sambil meringis, sambil buka-buka kamus dan googling arti dari beberapa kata dalam Bahasa Inggris yang gue pun nggak tau. Ini kok ya jago banget sih. :"))) Nih, salah satunya:



"You're the victor in this pageantry / But the only trophy you deserve, catastrophe."

*ca·tas·tro·phe
kəˈtastrəfē/
noun
  1. an event causing great and often sudden damage or suffering; a disaster.
    "a national economic catastrophe"
    synonyms:disaster, calamity, cataclysm, holocaust, havoc, ruin, ruination, tragedy;More
    • the denouement of a drama, especially a classical tragedy.

:)


"What..."

"When..."

"Where..."

"Who..."

"Why..."

"How..."

"If..."

"What if...."

"How could...."

"Where would..."

"When should...."

.......

.......

Life is about gazillions question waiting to be answered. But, do we really need to answer them all? Another question waiting to be answered.



Saya penasaran, gimana caranya ngasih "nggak enak" ke kucing. Karena saya adalah orang yang "nggak enakan" banget. Banget, banget, banget.

Dan saya nggak bangga dengan hal itu. Malah bagi saya, ini adalah sebuah....... apa ya, saya nggak tau apa ini termasuk kelemahan, kesalahan, atau bisa jadi kebodohan. Iya, kebodohan yang dilakukan secara sadar, oleh saya sendiri.

Rasa nggak enakan saya terhadap banyak hal, dan siapa aja ini udah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan. Dan nggak jarang, justru seringnya, ngerugiin saya sendiri. Sebelumnya mari kita bedakan, antara orang yang baik dengan orang yang lemah, nggak punya prinsip, dan nggak bisa menentukan prioritas. Saya, menurut saya, adalah orang yang terakhir itu.


Dan rasa nggak enakan sama orang lain ini banyak banget contohnya.

Nggak enak buat nolak ajakan atau permintaan orang. Semua saya iya-in, semua saya ayo-in. Nanti, begitu udah dekat-dekat tanggalnya (untuk kasus diajak pergi), saya baru kelabakan begitu sadar ternyata ada beberapa agenda di waktu yang bersamaan, Atau, nanti, sesudahnya, saya baru kelabakan sendiri ngerjain hal-hal yang seharusnya saya kerjain, tapi saya tinggalin demi meng-iya-kan dan meng-ayo-kan ajakan atau permintaan tadi.

Lagi makan-makan, trus teman saya mau bayarin, saya ngerasa nggak enak dan maksa saya aja yang bayar, atau seenggaknya biar aja saya bayar makanan saya sendiri. Ini sering banget kejadian sampai bikin drama di restoran atau di depan kasirnya.

Ada teman yang saya tau hari itu ulang tahun, saya nggak enak kalau nggak ngasih apa-apa (padahal bukan teman dekat juga). Trus saya selalu keliling ngajakin anak-anak yang lain buat ngasih sesuatu ke dia bahkan ngadain surprise (yang jarang banget ditanggepin dengan se-antusias saya oleh yang lain).

Lagi jalan sama orang, terus ternyata macet atau hujan, saya jadi nggak enak ke dia/mereka. Padahal saya tau, bukan salah saya atau gara-gara saya juga itu jalanan macet atau tiba-tiba turun hujan. Tapi saya tetep minta maaf karena nggak enak.

Naik taksi minta dianter ke tempat yang saya juga belum pernah datangi, trus sempat harus muter-muter karena nyari alamatnya, saya berkali-kali minta maaf ke supirnya yang ngedumel. (Dan gara-gara ini pernah saya dimarahin teman yang bilang, "Ngapain sih lo minta maaf! Kita kan bayar!")

Diboncengin abang ojek dari rumah ke kantor (atau sebaliknya). Saya selalu nggak enakan dan sering banget minta maaf ke abangnya. "Maaf ya bang lama banget.", "Maaf ya bang jauh banget". Bahkan kayaknya percakapan kayak gini selalu kejadian deh, setiap naik ojek.

Bikin orang lain nunggu. Saya orangnya nggak sabaran dan nggak suka nunggu, tapi jauh lebih nggak suka kalau telat dan bikin orang lain nunggu. Sepanjang jalan, saya nggak bakalan tenang karena ngerasa nggak enak banget, dan sering sampe sakit perut kram dan maag kambuh gara-gara stres ini. Serius.

Dianterin atau dijemput teman, pacar, siapapun yang saya kenal. Serba salah. UUUH rasanya nggak enak banget. Butuh tapi ngerepotin, ngerepotin tapi butuh. Dilema.

Dll, dll. dll.


Dan sering banget gara-gara rasa nggak enak saya, pada akhirnya saya justru ngerasa kecewa, susah, bahkan sedih sendiri. Karena ternyata orang lain nggak se-peduli itu. Sama saya. Misalnya....

Nungguin orang, trus setelah ditungguin, malah ninggalin duluan. Ini sering terjadi.
Contoh:
"Tugas lo belum selesai? Yaudah gue tungguin, ngumpulinnya besok aja bareng-bareng."
Trus besoknya,
"Gue udah ngumpulin nih, lo juga gih."
.......

Pengen banget sama suatu hal, tapi ada yang pengen juga, akhirnya ngalah. Ini juga sering.
Contoh:
"Tiketnya cuma satu. Gimana nih?"
"Henggg yaudah buat lo aja." (dalam hati berharap ada rasa kesetia kawanan)
"Oh yaudah,"
........

Ituuuuuu, sering banget terjadi. Dan saya pada akhirnya cuma bisa bergerumul sendirian aja dalam hati. Lebih sering lagi saya ngelakuin sesuatu buat orang lain, tapi nggak ada apresiasi apalagi dihargai. Dan nggak kalah seringnya, they take me for granted. Kadang, saya beneran nggak suka, sebel, kesel, sedih, tersinggung, bahkan marah loh. Tapi nggak pernah dianggap serius sama orang. Iya, diajak bercanda dikit emang udah ketawa-ketawa lagi sih, tapi kan nggak berarti tadi marahnya nggak beneran.

Capek. Capek banget, tapi nggak tau gimana caranya buat nggak gitu lagi.


Kayaknya udah 1001 kali saya janji ke diri sendiri, setelah kecewa dan sedih-sedih itu, kalau besok-besok pokoknya saya nggak mau mikirin orang lain! Nggak usah pakai nggak enak-nggak enak. Yang penting saya dulu. Pokoknya prioritasin diri sendiri! Orang lain tuh nggak bakal peduli sama kita, melebihi dirinya sendiri. TITIK.

Tapi...

Tapi...

Tapi....

Ya ujung-ujungnya keulang lagi.

Sebel.


Dan tau nggak apa yang saya pelajari? Udah semakin jarang orang yang bisa menghargai orang lain. Bahkan sesimpel mengucapkan kata "tolong", "maaf", dan "terima kasih" aja langka loh! Beneran. Saya jadi makin sedih. Padahal kan, dengan kata-kata sederhana itu aja, maknanya besar banget buat orang yang menerima.

Saya selalu, berulang kali ngucapin mantra ini: If you do something that you believe it's a good thing, just do it passionately. But don't ever expect others to do, or act, the same as you do. Because their hearts, simply different than yours. So get out while you can and start giving. And if your heart breaks, let it break. Because in the end, it will be okay.

Tapi emang, jadi orang yang ikhlas itu susah sekali.


PS: Kucing saya nggak mau tuh, dikasih makanan yang nggak enak. Boro-boro yang nggak enak, makanan sisa dirinya sendiri aja nolak, maunya yang baru, yang masih fresh, yang lebih enak. Jadi, yang nggak enak ini mestinya dikasih ke siapa dong?


Kayaknya saya tahu deh, kenapa saya galau mulu ngerasa kesepian gitu. Mungkin karena saya orbitnya beda sendiri kali ya, dengan orang-orang yang ada di sekitar saya. Jadi tuh kayak merasa hilang sendirian gitu, mengambang di tengah-tengah ruang yang nggak ber-gravitasi. Seenggaknya kan, kalau ada gravitasi, saya bisa jatuh ke bawah.

Ngobrolin kerjaan sama teman-teman kuliah, saya cuma bisa cengo' dan ngangguk-ngangguk aja ngedengerin mereka yang cerita tentang proyek inilah, perusahaan itulah, Kementerian apalah, dsb, dsb, dsb nya. Bidang ilmu dan pekerjaan yang udah benar-benar saya tinggalkan sejak lulus dari Universitas dan menyandang gelar "Sarjana Teknik", tahun 2014 lalu.

Pun di pekerjaan yang saya lakukan sekarang, saya juga nggak benar-benar mendalaminya terlebih dulu. Jadi suka nggak nyambung juga dan ngerasa kayak ketinggalan kereta.
Setiap hari dicecokin lagu-lagu metal sama Om Refly, bikin saya malah sakit kepala dan ngerasa kalau dengerin lama-lama, bisa-bisa jadi darah tinggi. Sambil mikir, ini yang nyanyi nggak capek ya, teriak-teriak ngegraung-graung gitu.
Diceritain tentang dunia art sama Christ yang anaknya artsy banget, saya juga cuma bisa dengerin aja sambil nanya-nanya terus, di mana sih letak artsy nya, sampai-sampai saya ngerasa kayaknya kalau saya coret-coret ngasal aja, juga bisa dianggap art.
Diajarin desain sama Dandy, saya juga mentok sampai tahap-tahap dasar dan berbekal sama hobi gambar receh saya aja, tanpa bisa benar-benar menghasilkan karya kayak dia yang oke punya.

Kalau lagi ketemuan sama sahabat-sahabat cewek saya, topik yang dibicarain juga seputar itu-itu aja. Dari dulu sampai sekarang, yaudah cinta lagi, cinta lagi. Gimana si ini baru punya pacar lagi setelah kenalan di Tinder, yang ternyata temannya teman-nya yang lain. Gimana si itu udah diajakin serius sama pasangannya, tapi masih bingung dan ngerasa belum siap. Gimana si ono belum bisa move on dari mantannya yang udah bertahun-tahun putus. Gimana si (setelah ini, itu, ono, apa ya? Ya pokoknya gitu lah) cerita gimana asiknya nikah muda, dan nyuruh-nyuruh yang lain ikutan cepat nikah. Dan saya, cuma bisa senyum-senyum ngedengerin semua heboh dan suka dukanya mereka.

Bahkan ya, di keluarga saya sendiri pun, saya juga ngerasa gitu.
Suatu ketika pulang kerja, saya masuk ke kamar Mamah dan mendapati beliau lagi asyik nonton TV sendirian. Saya ikutan nonton di sebelahnya, sambil nanya-nanya tentang sinetron yang jadi favorit Mamah. Nggak sampai 10 menit, saya nyerah. Diceritain dan nonton sendiri pun, saya nggak paham di mana letak seru dan menghiburnya sinetron itu. Saya akhirnya keluar.

Pun sama adik saya, yang gara-gara dia, saya jadi ikutan demam K-Pop.
Saya ngerasa nggak bisa dibilang sebagai anak korea-koreaan banget. Selain suka nonton drama dan punya beberapa aktor favorit aja, pengetahuan saya sebagai fangirl beneran payah banget. Bahkan adik saya sampai sekarang, udah kesel dan nyerah ngasih tau saya nama-nama dan gimana cara ngebedain personil sebuah girl/boyband, yang menurut saya mukanya kalau nggak sama semua, ya tiap foto berubah-berubah.

Apalagi ayah saya, yang kalau nanyain tentang kerjaan saya, bikin kami berdua jadi awkward dan nggak tahu harus ngebahas apa. Suka ada rasa bersalah dan sedikit sesal sama Beliau, karena saya nggak bisa lagi jadi anak yang dibangga-banggain tiap ada acara keluarga kayak dulu. Anak pertamanya yang dulu digadang-gadang jadi penerus insinyur, malah tiba-tiba membangkang dan kerja di media yang Beliau nggak ngerti. Pernah satu hari, Ayah bilang habis baca tulisan saya tentang galau, dan saya malah jadi malu sendiri,

Dan jangan tanya gimana bingungnya saya setiap acara keluarga besar. Sepupu-sepupu saya yang sebaya (maksudnya usianya sama-sama masih 20-an) dan perempuan, semuanya udah menikah kecuali saya, dan satu orang lagi di bawah saya, yang justru saya baru dapat kabarnya sebentar lagi akan dilamar. Semua pembahasannya adalah seputar rumah tangga, ekonomi keluarga, anak, suami, gosip artis, dan ngomongin sepupu lain yang kebetulan lagi nggak hadir.

Gitu.

Semua orang di sekeliling saya rasanya berada dalam orbit mereka masing-masing, dan mengelilingi satu planet. Sementara saya, ngerasa beda orbit sendiri. Bahkan malah kayak nggak punya orbit. Ya nemplok sana, nemplok sini aja gitu. Masih nyari, planet mana yang harus saya kelilingi.

Jadi, di manakah planet saya berada? Sini dooooooooong, biar saya nggak bingung lagi.
Pernah menulis Hilang Dalam Ruang (yang nggak tahu apa maknanya) sekitar empat tahun yang lalu, dan tiba-tiba ingin menulisnya lagi, karena merasa mengalaminya kembali, di waktu-waktu belakangan ini.

Rasanya tuh... Apa ya? Semacam merasa kehilangan suatu hal tapi nggak tahu apa yang harus ditemukan. Semacam merasa tersesat di tengah-tengah jalan bahkan saat nggak tahu harus kemana tujuannya. Semacam.... kesepian, tapi nggak tahu apa sebenarnya yang didamba.

Mungkin seperti itu.

Issssshhh, capek deh. Kebanyakan mikirin hal-hal yang mungkin seharusnya nggak dipikirin. Ngebesar-besarin sesuatu yang aslinya mungkin kecil. Menggerumul sendirian sampai otaknya penuh, trus kesel sendiri nggak tahu apa yang dikeselin.

Sepi. Sepi. Sepi.

Bosan. Bosan. Bosan.

Nggak ada gitu, yang mau diajakin ngitungin jumlah kaki nya ulat kaki seribu, biar dia nggak kena fitnah terus?

Hih.


Berawal dari sebuah obrolan bersama seorang teman....

"Asal kan lo nonton film rekomendasi dari gue juga."
"Boleeeeh apa apa"
"Mau yang nuansanya kayak apa?"
"Yang nggak bikin gue gloomy sepanjang hari. Haha."
":) Hector and The Search for Happiness udah belum?"
"Belum nonton. Oke dicatat!"
"Harus. Banget. Dijamin bakal kayak gini sepanjang hari: *sticker Moon di Line yang ngangguk-ngangguk*


***

Sejujurnya, pertamanya, saya agak males mau nonton film Hector and The Search for Happiness ini (HAHA). Kenapa? Soalnya rating di Rotten Tomatoes dan Metacritic nya rendah banget, bahkan 40% pun nggak nyampe. Dan saya tipe orang yang gampang banget kepengaruh sama rating kalau mau nonton film. (Abis ini dimarahin. "Isssssssshhh. Mesti dialami dulu filmnya!" haha).

Tapi karena di kantor lagi mati ide dan nggak tau mau ngapain biar moodnya bagus, akhirnya saya memutuskan untuk nonton si Hector (Btw, perjuangan abis nyari filmnya di torrent), dengan ekspektasi, "hmmm kayaknya filmnya nyenengin nih."

Sinopsis singkatnya: Ada seorang psikiater bernama Hector, yang kayaknya udah punya semua yang dia butuhin di hidupnya. Semua serba teratur. Punya pacar yang setiap hari ngurusin hidupnya dengan detail dan rapi. Punya pekerjaan tetap yang bikin dia mapan. Sampe-sampe, Hector justru ngerasa bosen, monoton, dan nggak tau lagi "arti hidup dan bahagia".

Nah buat nyari tau apa arti bahagia demi pasien-pasien yang tiap hari dia temuin ini, akhirnya Hector mutusin buat pergi. Keliling dunia. Tanpa tujuan dan waktu yang pasti. Tanpa tau apa yang harus dia cari, demi bisa ngejawab satu pertanyaan, "What makes people happy?"

Dan ternyata, selama dua jam nonton film yang saya kira bakal nyenengin dan bikin ketawa-ketawa ini, justru malah bikin saya narikin tissue di meja kantor dan sibuk srottt srotttt ngeluarin ingus sambil ngelap air mata. Sial. Temen saya itu bohong banget. Hahahaha.

Selama dua jam ngikutin perjalannya Hector, saya ketawa, senyum-senyum, nangis sesengukan, dan saya juga jadi ikutan belajar nyari tau arti bahagia. Filmnya quote-able banget. Sampe-sampe saya catetin hal-hal dan dialog-dialog yang menurut saya keren. Dan cocok buat caption foto di Instagram. Hahahahahagadeng.

Intinya, iya, emang bener. Kadang kamu harus pergi jauh, buat akhirnya kamu mencari jalan pulang.

Jauh-jauh si Hector keliling dunia dari China sampe Afrika, ujung-ujungnya, he returns with one realization: he HAD everything he needed to be happy, those whole time.

Ada banyak banget hal yang bisa bikin manusia bahagia. Sama kayak yang dicatet sama Hector.

"A lot of people think, happiness means being richer, or more important."

"Happiness could be the freedom to love more than one woman at the same time."

"Happiness is, answering your calling."

"Happiness is being loved for who you are."

"Happiness is feeling completely alive."

"Happiness is, knowing how to celebrate."

etc, etc.

Saya setuju banget sama semuanya, dan rasanya pengen saya bold dan underline satu per satu itu dialog di Hector and The Search For Happiness. Yang saya nggak setuju justru sama pernyataan akhirnya: "We all have an obligation to be happy.'

Nooooooo...... Kita nggak perlu punya kewajiban buat bahagia. Kita nggak perlu punya hak buat bahagia. Happiness is here. It lies within ourself. We all, all of us, have the capacity to be happy. Bahagia udah terletak di dalam setiap diri makhluk hidup kok. Kita tinggal mencari dan menemukannya aja.

And sometimes, we're trying too hard to look for happiness in a place that too far away and too hard to get. Kenapa? Karena kita terlalu fokus sama "the next thing" dan jadi lupa untuk fokus sama "what's right in front of us". Kayak apa yang dicatet Hector; Many people only see happiness, only in their future.

Padahal bahagia adalah kumpulan dari rasa-rasa yang sederhana.

Nggak sesusah ngerjain soal matematika. Atau nggak sejauh harus keliling dunia. Atau nggak segila bisa pacaran sama Maria Ozawa.

Dikumpulin aja, sedikit-sedikit. Satu persatu. Karena bahagia bukan jackpot yang didapetin once in a while atau cuma sekali seumur hidup.

And last, the only way to find happiness, is to create meaning and purpose in our own life.

Kesimpulan: besok-besok emang jangan terpengaruh rating kalau mau nonton film. Hahahaha. Hector and The Search for Happiness baguuuuuuuus! Seselesainya, saya capek nangis. Tapi juga nggak tau kenapa, ngerasa lebih plong dan lega. Ngerasa lebih kaya, perasaan dan hatinya. Dan... bawaannya pengen senyum sepanjang hari ke semua orang. Biar bahagia dan nularin bahagianya.

Jadiiii.... Selamat berbahagia, setiap saat dan kesempatan! :D


Now playing: Lonely Night - Gary ft. Gaeko


Ini adalah lagu favorit saya yang selalu saya putar setiap dalam perjalanan dari kantor menuju rumah. Terlepas dari saya emang suka sama musik-musik Korea (music is universal and have no boundaries, right?), saya suka banget sama lirik dan video klip dari lagu Lonely Night-nya Gary ini. Kenapa?

Saya sarankan kamu coba putar lagunya, dan jangan lupa klik CC nya buat nampilin lirik Bahasa Inggris (kecuali emang jago bahasa Korea hahaha).

Saya ngerasa relate banget sama semua-mua yang ada di MV itu. Kegundahannya, kelelahannya, kebosanannya akan rutinitas yang selalu sama setiap harinya, kesunyiannya, kesepiannya, dan kehampaan yang menusuk hati tanpa kita tau sebenarnya apa yang kurang dan apa yang hilang.

Di setiap perjalanan malam, saya melihat ratusan orang yang juga lalu lalang. Berkendara, berjalan kaki, berhempit-hempitan di tengah keramaian, bercengkrama dengan teman dan kolega di bawah cahaya lampu yang terang. Ada yang sedang menuju rumah, ada yang masih mencari nafkah, ada yang berhenti sejenak untuk beristirahat dari kerumitan apapun yang sedang dikerjakan.

Makanya, saya nggak suka kalau malam-malam masih di luar dan belum pulang. Rasanya sepi. Rasanya hampa. Rasanya ada sesuatu yang membuat sedih.

"The night, I become lonely. The night, everything becomes a burden. The night, I miss everything"
Bismillahirrahmanirrahim.

Gue agak deg-degan sebetulnya mau nulis ini hahaha. Terlepas dari mengikuti isu-isu dan perdebatan yang ada, baik di dunia nyata ataupun di dunia maya, gue sebelumnya nggak pernah mau berkomentar lewat tulisan panjang. Diskusi, yes. Tapi nulis, nggak berani. Hakhak. Tapi topik yang satu ini udah bener-bener mengusik gue, sehingga gue nggak lagi bisa nahan untuk berpendapat.

So, dari mulai huruf pertama yang gue tulis sekarang, adalah murni opini gue sebagai satu individu, dan nggak mewakilkan siapa-siapa, ataupun menjustifikasi hal apapun. Kalaupun tendensius, ini adalah tentang isi hati gue.

Ada dua hal yang bikin gue akhirnya meledak, setelah sekian lama merasa terusik. Oleh hijab. Oleh pandangan orang-orang tentang hijab. Oleh pembenaran banyak kalangan mengenai orang yang berhijab.

Kemarin (bahkan sampai sekarang gue nulis ini), di Twitter lagi rame banget sama perdebatan antara para fans K-Pop dengan salah satu stand-up comedian (yang dulu gue suka karena lucu-lucu berbehel gitu uwuwu. Iyah, gue lemah banget sama cowok behelan hakhak oke lanjuddd). Gue nggak akan ngebahas tentang K-Pop nya sendiri ya, karena gue sih sebagai anak kipop garis keras sebenernya santai-santai aja. Yha mau dibilang alay, dibilang lebay, dibilang suka sama cowok-cowok cantik yang kek hombreng, apapun deh, bodo amat. Lah gue ya gue, situ ya situ. Tuhan kita satu, selera kita yang tak sama. Asyedap.

Tapi ada salah satu statement dari si “comedian” ini yang bener-bener bikin gue pengen misuh-misuh. Ada beberapa twitnya, gue rangkumin aja sebagiannya ya, karena males nge-scroll-scroll lagi.

“Mending liat cewek pake baju sexy di tempat dugem sambil mabok2 daripada liat cewek hijab di konser Korea sambil nangis2. Pfft.”

Dia emang boleh-boleh aja beropini, dan gue juga boleh-boleh aja beropini atas opininya dia. Jadi, maaf, menurut gue, ini bego.

Gue nggak ngerti-ngerti banget tentang agama, tapi pemahaman dan judgement orang tentang seseorang yang berhijab sering banget bikin gue terusik, gelisah, nggak terima, dan hati gue ngerasa pengen menentang. Banyak yang bilang,

“Kok berhijab tapi...... gini, gitu, ini, itu, atas, bawah, depan, belakang, maju, mundur, dll, dll, dll.”
“Daripada lo berhijab tapi......, mendingan lo benerin dulu deh kelakuan lo, omongan lo, dll, dll, dll”

Sering banget kan kita ngedenger yang kek gitu? Hijab selalu dikait-kaitin sama akhlak. Pokoknya kalo lo udah berhijab, lo berarti udah harus suci dan nggak boleh ngelakuin kesalahan apalagi dosa! Kalo masih, berarti lo munafik! MUNAFIK! HAH! LEPAS AJA TUH JILBAB LO! MENDINGAN NGGAK USAH  JILBABAN! HATI LO DULU TUH JILBABIN! PALSU! Hah. Ngos-ngosan. Capek.

Menurut gue, menurut hati gue, menurut pemahaman gue, hijab dan akhlak adalah dua hal yang berbeda. Di kitab gue, sepengetahuan gue (boleh dikoreksi), berhijab atau menutup aurat adalah aturan berpakaian yang nentuin bagian-bagian tubuh mana aja yang nggak boleh terlihat sama orang lain. Sederhananya, ini aturan yang sama kayak lo kalo di sekolah harus pake seragam, bajunya nggak boleh ketat-ketat trus dikeluarin, trus pake rok harus di bawah lutut, kaos kakinya putih polos, sepatunya item nggak boleh pake converse, dll, dll.

Adakah hubungannya sama akhlak? Mereka berbeda, tapi hubungannya jelas ada. Yang udah berhijab pasti diharapkan akhlaknya bisa semakin baik, karena mereka udah mau ngikutin peraturan yang ada. Sama aja, balik lagi kek di sekolah, dengan lo udah ngikutin peraturan pakaian tadi, lo DIHARAPKAN untuk ngikutin peraturan-peraturan lainnya. Tapi...... Belum tentu juga kan?

Lo ngebanding-bandingin mendingan ngeliat cewek seksi mabok di club sama cewek berhijab tapi nonton konser nangis-nangis, maaf, di manakah letak korelasinya? Adakah unsur perbandingan yang bisa dibandingkan?

Gini nih, kalopun mau ngebandingin ya. Misalnya, ada dua orang. Yang satu berhijab, yang satu nggak. Dua-duanya maling. Ibaratnya tuh, yang satu maling tapi pake baju. Yang satu lagi maling tapi telanjang. Dua-duanya salah, tapi letak perbedaannya cuma di pakaian tadi. Apakah dengan lo pake baju, udah jaminan lo nggak jadi maling? Apakah semua orang yang pake baju nggak akan ada yang jadi maling? Atau, apakah yang boleh jadi maling cuma orang-orang yang nggak pake baju aja? “Woy lo mau maling?? Lepas dulu tuh baju lo!!!” Nggak gitu kan?
 "Terkadang suka ngebayangin lebih banyak mana, hijabers yang nonton konser Sulis atau yang nonton konser Suju??? banyakan Suju sih."

Lo cabut “Suju” nya, lo ganti dengan apapun jenis musik dan grup band/musisi favorit lo, tetep aja menurut gue statement ini juga, maaf, bego.

Gue paham maksudnya, dia (mungkin) pengen ngingetin, “hayyy cewek-cewek berhijab, mendingan lo ikut-ikut acara keagamaan yang lebih bermanfaat daripada nontonin acara yang nggak ada tuh anjurannya di Al-Qur’an.” Yes, jaman sekarang, emang kayaknya kita lebih semangat, seneng, dan antusias kalo ke acara-acara kek gitu ya. Bagus banget sebenernya kritik dan pesannya. Tapi... yang gue nggak bisa ngerti adalah.... hijabnya lagi.

Apakah yang harus nonton konser Sulis cuma orang-orang yang berhijab aja? Apakah kalo nggak berhijab berarti boleh milih nonton konser Suju dibanding Sulis? Ini maksudnya gimana mz? Padahal kan, berhijab atau nggak, orang-orang yang agamanya Islam tetep aja sama-sama muslim. Sama-sama punya kewajiban yang sama, sama-sama punya hak yang sama. Gue gagal paham.

Intinya tuh.... Apa ya hakhak. Gue menulis ini bukan sebagai pembenaran kalau cewek jilbab tuh boleh ngelakuin hal-hal yang nggak bener, nggak wajar, dan dosa. Nggak. Tapi kayaknya memandang akhlak cuma dari segi "hijab" aja juga kok ya rasanya terlalu sempit. Iya, hijab, jilbab, kerudung, dsb adalah identitas lo sebagai Muslim. Merepresentatifkan agama lo yang harus lo jaga. Tapi apakah kalo lo nggak berhijab, lantas identitas lo sebagai Muslim hilang, dan lo berhak untuk melakukan hal-hal yang nggak bener, nggak wajar, dan dosa?


Udah ah jadi pusing, jadi takut juga. Kalo gue salah, boleh ya dikoreksi.

Terakhir, Dear Uus, kalo klub bola favorit lo berhasil nyabet semua gelar dalam satu musim, lo ada perasaan bahagia dan terharu nggak? Kalo lo ngeliat musisi favorit lo secara langsung trus ngebawain lagu yang lo suka banget, ada perasaan seneng yang membuncah gitu nggak? Kalo lo berhasil ngeliat adek-adek lo di wisuda, lo bangga sampe pengen keluar air mata nggak?

Berhijab, nggak berhijab, seksi, ataupun suka mabok, semuanya sama-sama manusia, sama-sama punya emosi. Nah nangis di konser, itu juga salah satu bentuk emosi. Sama kek nonton film sedih abis putus trus nangis bombay. Atau pas di acara muhasabah atau seminar-seminar motivasi. Apalagi pas lagi sholat, lagi doa. Bedanya nangisnya ya kalo ibadah mah nangis sendiri aja, diem-diem aja. Yha masa di apdet ke sosmed. Eh gapapa sih biar dibilang alim. Eh tapi ntar dibilang pencitraan juga. Hah, serba salah. Dah ah. Capek. Mwah!
(Sumber: http://theodysseyonline.com)

Jadi ceritanya, beberapa hari yang lalu connector HP gue rusak. Gara-gara gue anaknya emang suka buru-buru gituh kalo nyolok-nyabut casan. Jadilah itu ada yang kegeser eik nggak ngerti apanya dan berakhir pada nggak bisa ngecas.

Panik dong gueeee, GIMANA INI KALO NGGAK ADA HAPE? Yha walopun jomlo, kaga ada yang nyariin, chat selalu sepi, tapi tak apah. Ku tetep butuh HP buat scroll-scroll Path ngeliatin apdetan orang-orang yang lagi kesini, makan disitu, sama si ini, dll dll. Ku tetep butuh HP buat love-love foto di instagram yang udah di-filter 131437 milyar kali trus ditambahin quote-quote bijak nan indah. Ku tetep butuh HP buat nulis-nulis status nggak penting di Twitter trus nanti beberapa jam kemudian di hapus lagi setelah nyadar, idih ngapain sih gue nulis ginian. Pokoknya, KU BUTUH HAPE. TITIK.

Berbekal ke-nggak sabaran dan ke-super butuhan itu, akhirnya gue memutuskan untuk ngebawa HP yang nggak-sehipster-iphone-tapi-berguna ini ke Blok M. Nggak usah disensor, udah pada tau kalo Blo'M adalah surganya segala yang murah-murah. Baju murah, dvd bajakan murah, sampe benerin gadget murah.

Nyampe di satu toko yang gue milihnya asal-asalan aja nggak pandang bibit bebet dan bobot karena ini bukanlah nyari jodoh, gue langsung berkeluh kesah ke si abang. Tanpa banyak babibu, si abang yang sepertinya handal ini bilang, "Connectornya harus diganti mbak." Sungguh canggih, membuktikan doi udah banyak pengalaman yang bisa ditaro di CV.

Karena gue anaknya percaya aja sama si abang, yaudah gue serahkan HP gue tersebut buat di utak atik. Satu jam kemudian, HP gue pun udah bisa ngecas lagi dengan biaya servis 100 ribu. Mayan, pikir gue. Yang penting kegiatan per-medsosan gue akhirnya nggak terganggu.

Tapi ternyata, pas nyampe di kantor, gue baru menemukan keanehan. Emang sih, HP gue bisa ngecas, tapi selalu ada notif "slow charging" tiap dicolok. Udah gitu, tiap gue colokin HP ke laptop, SD card nya nggak kebaca sama sekali. Kzl dooong, besoknya gue balik lagi ke si abang dan kembali berkeluh kesah. Dan apa yang terjadi?

Dengan santainya, si abang menjelaskan ke gue kalo sparepart LG disana nggak ada, jadi dia ngegunain sparepartnya Samsung yang udah jelas-jelas beda. Dan dia juga udah tau itu nggak cocok, dan lalu bilang, "Yah, kan yang penting bisa ngecas Mbak... Ya toh?" YA TOH, YA TOH, NDASMUH! Gue nggak terima dong, rasanya tuh kek lo jadian sama orang yang sebelumnya ngaku single, eh abis itu lo baru tau ternyata cucunya udah 15. Akhirnya gue minta sparepart asli HP gue yg kemaren dimasukin lagi, dan si abang pun setuju sambil ngebalikin duit gue.

Kenapa sih gue nggak langsung benerin di LG Service Centernya aja? Soalnya pikiran gue, 1. Biasanya pasti lama; 2. Harganya lebih mahal.

Tapi karena kepepet, ujung-ujungnya gue dateng ke LG. Setelah ngantri yang nggak lama-lama banget sih ternyata masih lamaan ngantri masuk konser Korea, gue menghadap mas-mas teknisi dan langsung curhat panjang lebar kali tinggi jadi volume. Trus si mas-mas tersebut bilang, "Ya pantes aja mbak nggak bisa masuk casannya, ini bukan connectornya LG." ....Lah gue bingung dong, "Ta... ta.. tapi mas! Ini udah diganti lagi pake connector saya yang asli kok! Udah dituker lagi!" Si mas teknisi kekeuh, "bukan mbak, ini beda."

Iyah. Si abang Blok M ternyata menipu gue dengan naro connector entahlah punya siapa dan jenis apa ke HP gue, padahal gue udah minta dibalikin kayak semula. Dan gara-gara gue udah males capek dan lelah buat balik ke si abang buat protes dan marah-marah, gue pasrah minta di ganti aja sekalian semuanya sama sparepart original yang baru. Ternyata pengerjaannya cepet banget nggak nyampe 15 menit, tapi kena 250 ribu.

Di akhir, si mas-mas teknisi LG bilang ke gue, "Padahal kalo mbak langsung bawa kesini, nggak bakal kayak gini loh mbak. Itu connectornya mbak awalnya cuma kegeser aja gara-gara nyabut kabel casan terlalu kenceng, tinggal dibenerin aja disini sebentar, cuma 15 ribu."

.....

.........

..............

OH. OKE MAS. MAKASIH LOH, BIKIN SAYA MAKIN NYESEL.


****

Setelah kejadian itu, gue balik ke kantor dengan pikiran yang kusut. Bukan cuma gue kesel ditipu abang Blok M, bukan cuma gue sedih kehilangan 250 ribu yang notabene lebih 10x lipat dari yang seharusnya bisa gue keluarin, tapi gue juga mikir.... Ini gara-gara gue nggak sabaran dan pengen yang serba instan.

Sama nggak sih sama yang kita sering banget, sadar nggak sadar, lakuin sekarang? Kita hidup di jaman semua serba harus cepet, buru-buru, dan pengen dapet hasil yang instan. Kalo dulu, kakek nenek kita harus kerja banting tulang trus nabung berpuluh-puluh tahun lamanya buat bisa beli rumah, sekarang kita baru pertama kali kerja aja udah ngarep gaji puluhan juta. Kalo dulu, apa-apa harus pake proses yang panjang, sekarang maunya langsung sampe ke tujuan.

Padahal, apa masalahnya sih kalo gue sabar nunggu beberapa hari aja itu HP dibenerin, kan dunia nggak bakalan kiamat (ya kecuali emang udah waktunya ya). Apasih yang gue lakuin pake HP? Nggak mau ketinggalan kabar terbaru dari temen-temen di medsos? Nggak mau kesepian nggak megang-megang HP dan nggak ada yang bisa diajak ngobrol?

Berangkat dari itu, gue diskusi sama satu temen gue. "Eh sadar nggak sih sekarang kita tuh lebih tau kabar temen kita dari medsos, ketimbang ketemu dan cerita-cerita langsung?" Dengan adanya medsos, lo udah tau sehari dia kemana aja, ngapain aja, sampe dengerin lagu apa. Dan itu ngebuat ketika lo ketemuan sama temen lo itu, udah nggak ada lagi yang perlu lo tau. Semua udah duluan keekspos. Dan lo sekarang lebih sibuk ketemu buat foto-foto trus di update di medsos lo. Ya nggak?

Padahal lagi, yang kita butuhin lebih dari itu semua. Gue sempet kepikiran buat berhenti mainan medsos, tapi kerjaan gue membutuhkan gue buat selalu up sama media sosial. Gue juga kepikiran buat meng-unshare dan meng-unfollow sahabat-sahabat gue di medsos, tapi belum tau nih sanggup apa nggak ya.... Huvt.

Eh btw, tadi kan gue awalnya lagi cerita HP rusak ya? Yha, yaudala, udah biasa.
Newer Posts
Older Posts

Hello, It's Rima!

Hello, It's Rima!
A free-spirited hippy type that often get soaked from dive so deep into her complex thoughts and a lot of big feelings.

Labels

asi vs sufor engagement korean drama life menujurrumah parenthood Rania review film rima's k-drama recap

Blog Archive

  • ▼  2023 (1)
    • ▼  Januari (1)
      • Three years later....
  • ►  2020 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (35)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2015 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2014 (40)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (31)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)

Find something

Most Popular

  • Apa Cita-Citamu?
  • Everybody's Changing
  • Lumos
  • Do Something, Make Something
  • We Can't Wait Forever
  • Nozomi, A Hope
  • "Kalau nggak enak, kasih kucing aja"

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates