Nozomi, A Hope

by - April 17, 2014



Beberapa waktu yang lalu, gue berkesempatan buat hadir di salah satu acara yang keren banget, yaitu NGOPI 2014 (Ngobrolin Politik 2014) yang diadain sama temen-temen turuntangan Depok. Acaranya di meeting point yang juga keren banget, namanya Code Margonda, yang emang biasa jadi tempat kumpul dan bertukar pikiran macem-macem komunitas di Depok (btw ada nggak sih tempat semacem itu di Bogor? :"D). Ngopi ini menghadirkan narasumber-narasumber yang keren banget, nah salah satunya Mas Shofwan Al-Banna. Beliau salah satu tokoh insipirator gue sih. Bagi yang belum tau beliau itu siapa, silakan googling aja yah. :))

Oh iya, tapi posting ini sama sekali nggak ada hubungannya sama dunia politik. Gue cuma mau nyeritain salah satu... apa yah, ceritanya Mas Shofwan waktu dapet pertanyaan dari salah seorang peserta diskusi. Sebuah cerita yang simpel tapi ngena banget buat gue.

Ini cerita tentang sejarah Shinkansen Jepang.

Kalau ada yang salah-salah, tolong dimaafkan ya, gue nggak terlalu inget persis sejarahnya. Bisa juga cari referensi lainnya di google.

Jadi, waktu sekitar tahun 1950-1960-an, Jepang ngalamin yang namanya bonus demografis. Yaitu kelebihan anak-anak/generasi muda. Nah, dengan adanya bonus demografis ini bikin Jepang berkembang dengan sangat pesat. Salah satunya adalah bertambah majunya perekonomian mereka, yang berbanding lurus sama pertambahan jumlah populasi penduduk. Saat itu, saking "padat"nya aktivitas masyarakat Jepang, khususnya di Tokyo, bahkan untuk mengakomodir transportasi mereka idealnya harus ada 3 pesawat terbang yang take off setiap menitnya. Untuk itu, akhirnya Jepang membangun sebuah bandara yang baru, di pinggiran Tokyo, yaitu Narita. Tapi ternyata, dengan dua bandara di Ibukota mereka masih belum mampu menampung perjalanan dari-dan-ke Tokyo.

Nah, saat itu akhirnya para ahli dan "insinyur-insinyur" Jepang mikirin alternatif lain, mesti gimana nih bikin alat transportasi yang cepet, yang bisa ngalahin pesawat? Kalau pesawat kan masih banyak ngabisin waktu untuk check-in, take off, dan lain sebagainya. Lalu lintas udara pun ribet dengan segala koordinasinya. 

Akhirnya, dicetuskanlah untuk membuat kereta api super cepat. Singkat cerita, setelah riset, uji coba, segala macem, akhirnya tahun 1964 kereta api listrik super cepat pertama Jepang lahir. Shinkansen (sering digunakan oleh orang-orang di luar Jepang untuk merujuk kepada kereta apinya, namun kata ini dalam bahasa Jepang sebenarnya merujuk kepada nama jalur kereta api tersebut yaitu : Jalur (sen) Cepat (kan) Baru (shin)) pertama yang dimiliki Jepang diberi nama Kodoma, yang berarti gaung, gema, suara. Saat itu, kecepatan Shinkansen Kodoma mampu mencapai 210 km/jam.

Bertahun-tahun setelahnya, Jepang terus mengembangkan Shinkansen sehingga kemudian lahirlah Shinkansen kedua, yang diberi nama Hikari. Hikari artinya cahaya. Saking cepetnya ini kereta, yang bisa ngehubungin Tokyo-Kyoto via jalur darat cuma dalam waktu tiga jam doang, makanya dinamakan Hikari. Seakan-akan kereta ini bisa ngelaju menyerupai cahaya.

Nah, namanya juga Jepang ya, raksasanya teknologi. Shinkansen Hikari yang udah segitu cepetnya belum bikin mereka puas. Dalam perkembangannya, Shinkansen sekarang berkecepatan 300 km/jam. Bahkan tahun 2003 Shinkansen mencatat rekor dunia kereta tecepat dengan kecepatan 581 km/jam loh. Gila ya?

"Saat itu, Jepang mencari nama-nama yang pas untuk Shinkansen terbaru mereka. Apa lagi yang mampu melampaui kecepatan suara dan bahkan cahaya?" Kata Mas Shofwan Al-Banna. 

"Dan pada akhirnya, Shinkansen  Jepang yang tercepat tersebut diberi nama Nozomi. Yang berarti harapan."

Trus setelah ngomong gitu beliau diam sejenak. Gue, entah kenapa langsung tahan napes. Euuhh. Yang lain juga pada diem. Gue ngerasa mereka, kita semua yang ada disitu pasti lagi sibuk berfikir. Tentang, hanya tentang satu hal, inti dari seluruh cerita tersebut. Iya, sebuah harapan. Sesuatu yang bahkan mampu melampaui kecepatan peluru, suara, dan cahaya.

Harapan :)

Gue rasa kenapa Jepang ngenamain Shinkansen tercepatnya dengan Nozomi adalah karena mereka tau, harapan adalah sesuatu hal yang mampu mengubah hidup seseorang, bahkan mungkin suatu bangsa. Harapan adalah asa yang terus disemai dan dipupuk hingga ia dapat menjadi arti yang begitu berharga. Harapan adalah alasan bagi orang-orang untuk terus berjuang, selama mereka percaya, bahwa mereka mampu mencapainya.

Gue ngerti banget kenapa Mas Shofwan waktu itu nyeritain tentang Shinkansen. Saat itu gue cuma bisa senyum. Tapi sebuah asa yang baru siap tumbuh di diri gue. Bahwa harapan-harapanlah yang mampu membuat gue mau melakukan apapun untuk mampu mencapainya. Dari hal yang paling sederhana, harapan untuk membahagiakan orang tua, harapan untuk menjadi orang yang berguna, harapan untuk bahagia, dan berjuta harapan-harapan lainnya yang akan terus dan terus tumbuh, melebihi suara dan cahaya.

Ya, optimisme memang menular dengan sangat cepat. :)
 




PS: Oh ya, Mas Shofwan Al-Banna adalah co-founder selasar.com. Coba deh main ke website nya, itu adalah portal untuk gagasan-gagasan, pemikiran-pemikiran yang banyak ditulis oleh anak-anak muda Indonesia. Mengenai apapun! Banyak harapan yang tertuang disana :)


*Ini sedikit dokumentasi pas NGOPI :D

Ibu MC yg makin heitzz di UI, ichaprima! :D
Harus pakai hashtag #HerryIdolaku :p
#HerryIdolaku 2 :p
Mas HerryDharmawan, Mantan Presma ITB, alumni Teknik Penerbangan ITB, Pengajar Muda 4, Koor. Jawa Barat turuntangan. KURANG APAAA?? sayang, udah mau nikah :( *patah hati*
Gagasan yang melahirkan gerakan turuntangan JKT, DPK, dan BGR :)

You May Also Like

1 comments