twitter instagram linkedin
  • HOME

Hello, it's been awhile!
No, it's actually not. It's been.... forever. Hahahaha

The fact that the last time I wrote a post in this blog has already been a couple of months ago iiiiiissssss another prove making a resolutions is useless. Manaaaa katanya mau rajin nulis Rim. Haahhh! *self keplak. Lama-lama gue ngerasa beneran jadi penulis profesional nih. Nulisnya kalo dibayar doang (re: buat kerja), sisanya kagak. HUFFFFTT.

So what did I missing? IT'S 2018 ALREADYYYY! 2018, people! We survived 2017! And another 365 days of challenges began. Karena banyak banget yang tertinggal untuk diceritain, dan sebagai pengingat apa aja yang udah kulalui di 2017. Here's my (not-spectacular) highlights of the past year:

1. Jadi editor (a la-a la). Sebuah pencapaian nggak siiiihhh? Nggak ya? Yha baikla. Tapi tetap kusyukuri. Bertambah belajar banyak hal soal dunia yang tadinya tak kukenal sama sekali ini setelah terjatuh dan tak bisa bangkit lagi karena udah terlanjur kecemplung. Makin ngerasa *sejujurnya* bosen buat nulis (?) HAHA. Penyakit dari dulu yang sampe sekarang belum bisa terobati adalah kenapa yaaaaa aku takbisa konsisten ngerjain satu hal secara terus menerus setiap hari? Tapi makin tertarik dan semangat ngerjain campaign marketing & brand. Mungkin karena lebih dinamis kali yaahhh. (Walopun tetep aja tiap ada kerjaan dari klien langsung misuh-misuh haha). So 2017 gave me a lot of chances belajar dua dunia ini, media sekaligus marketing. #TheStrugglesPerksJadiAnakMediaSekaligusAhensi

2. Going aboard to watching a concert (re: kerja) (re: nonton konser) (re: tour guide dadakan) (re: liburan) (re: whatever). Sebuah kerjaan sungguh mendadaq seminggu sebelumnya di chat "Rima berangkat ya lalalaa bawa tiga anak SMA lalalala" whuuutttt tanpa persiapan apapun. Pergi jauh sendirian aja ku tak pernah, nah ini disuruh ngangon tiga abege. Untungnya ternyata sangat menyenangkan. Blesseeeeeddd!

3. MY BEST-EST AND CLOSESTTTT BESTFRIEND WAS GETTING MARRIED (AND NOW HAVING A BABY). Sungguh masih nggak percaya kadang kalo Tami bisa nikah, dan punya anak ahhahaha. Kebiasa ngadepin Tami yang superrrr manja and depends on others alot, ternyata berani dan siap buat melangkah ke satu fase lanjut dalam hidup. Pas akad dia yang sah gue yang nangis wkkkkk. Dan ngeliat Tami sekarang jadi ibu..... auranya berubah bangetttt. Pun bisa ngerasain perubahan sikap, cara pandang, gestur, prioritas, etc dari Tami. Everything has changed for her, but I'm so happy, and proud of her milestones.

4. Watching Kiram took his big milestones in his life. Super senang dan bangga tahun 2017 jadi tahun besar buat orang-orang terdekat. Bukan cuma banyak yang terjadi di hidup gue, tapi juga di Kak Kiram. Melihat, mendampingi, sekaligus merasakan perubahan-perubahan, tantangan-tantangan baru, sekaligus nikmat-nikmat lebih yang muncul di hidup Kak Kiram bikin gue ikutan banyak belajar. (And sayang, if you happen to read this (HAHA PEDE), I just want you to always remember this: you did, you are doing, and you will always do GREAT.)

5. Ikutan tes CPNS (dan gagal dengan TRAGIS). Awalnya ikutan CPNS karena biar nggak ketinggalan orang-orang lain yang semua ikutan. Trus daftar di KemenLHK (karena gini-gini akuh sarjana teknik sipil dan lingkungan jadi nggak bisa daftar di Bekraf apalagi daftar TNI yaa), and I was expected nothing. Satu hari sebelum tes SKD, gue masih ketawa-ketawa main banana boat di Pahawang. Lalu nyampe Jakarta jam 12 malem, nginep di kosan Nura, dan jam 6 paginya berangkat ke tempat tes. Boro-boro belajar~. Tapi lalu ternyata lolos sampe ikut SKB dan harus ngelewatin tiga tes akhir: tes CAT kompetensi bidang, psikotes, dan tes fisik. Dari yang tadinya nggak punya ambisi apa-apa, berubah jadi ambisius. AKU PENGEN BANGET JADI PNS!!! (tapi usahanya tetep nggak maksimal. yaahhh namanya juga manusia, maunya doang tapi usahanya prettt). Akhirnya: terdampar di peringkat 8, sementara yang diterima 7 orang. TUJUH ORANG, DAN BEDA NILAINYA O,5. *cry sampe sebulan kemudian.

6. Turning 24! Beberapa tahun lalu, bayangan gue di umur 24 ini, gue udah nikah, mungkin udah punya anak, dan sibuk jalan-jalan sama suamik. hahahahahhahah yaaaa namanya juga khayalan cewek labil yhaaa... Ternyata hidup emang nggak bisa diprediksi. Justru sekarang ada banyak hal lain yang pengen gue lakuin, pengen gue capai. Apa ajaaa? cukup dalem hati dulu deh, ntar kalo nggak kesampaian (kayak biasa) malu lagi. Hakhakkkk

7. Nonton 4 konser Korea dalam setahun (dan semuanya gratis!). CNBLUE, G-Dragon, Taeyang, dan ditutup sama HYUKOH. Bahagiaaaaaaaaaaaa~~~~ Kadang ku cinta pekerjaanku. ((((KADANG. kalo lagi gini-gini)))) hahahahah.

8 - million other things I'm grateful.... Thank you, 2017. Thank you, God. Thank you, myself. You have survived once again. I'm so proud *self pukpuk. So let's kick 2018!

Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. -HR. Ahmad.

Belakangan, saya makin sadar banget kalau kebahagiaan itu ada, dan bisa ada, untuk dibagi, dan karena dibagi dengan orang lain. Dan perasaan bahagia sebenernya sederhanaaaaa banget, sayangnya kadang kita nggak bisa ngerasain karena lupa buat bersyukur.

Salah satu cara bahagia dengan gampang? Berbagi! Berbagi ini macem-macem bentuknya, nggak melulu soal materi. Berbagi senyum dan cengiran aja, kita bakal dapet senyum dan cengiran lagi. Berbagi waktu, kita dapet temen menghabiskan waktu. Berbagi ilmu, kita dapet tabungan pahala. Berbagi kasih sayang dan perhatian, kita dapet rasa "hangat".

Jadi setelah setiap hari berkutat dengan kantor, kerjaan, dsb dsb nya yang bikin kadang lupa bersyukur dan bahagia, saya bersyukur banget punya temen-temen yang masih ngingetin untuk berbagi ini. Bulan September lalu, saya dan temen-temen SIL akhirnya kembali bikin bakti sosial. Ini bukan yang pertama buat kami, tapi Alhamdulillah masih berkesempatan untuk mengadakannya lagi.

Setelah drama yang super panjang berbulan-bulan lamanya, saya langsung lupa sama segala macem pesimisme, males, nggak semangat, apatisme, dll, ketika mendatangi tempat kami mengadakan baksos ini. Untuk sampai di MTs Satu Atap Bina Rahmah, kami harus menempuh perjalanan yang cukup makan waktu, bahkan setelah melewati kampus kami yang udah terpencil pun. Naik gunung, dengan jalanan yang curam dan sempit, sampai sinyal HP hilang sama sekali. Tapi, semuanya terbayarkan ketika bertemu dengan adik-adik di sana.

Hal yang pertama kali saya rasain adalah...... Saya semacam akhirnya ketemu lagi sama sesuatu yang "hilang", sesuatu yang saya rinduuuuu banget, sesuatu yang saya kangenin, tapi nggak tau apa. Selanjutnya, saya kayak nostalgia zaman-zaman kuliah dulu.

Saya selalu terharu ngeliat anak-anak, apalagi anak-anak yang bukan tinggal dan tumbuh di kota besar. Bagi saya, mereka belum terjamah. Belum "terkontaminasi" sama kapitalisme dan semua hal semu yang melelahkan. Bagi saya, mereka penuh dengan harapan. Mereka penuh dengan semangat, dan kesederhanaan yang menghangatkan. Di sana, anak-anak ini nggak kenal profesi "Influencer", "YouTubers", atau "Hijabers". Cita-cita mereka nggak beda sama yang dulu pernah kita impiin. Menjadi guru, jadi pilot, jadi polisi, bahkan jadi presiden.

Cita-cita ini kemudian mereka tuliskan pada kertas berbentuk daun yang kami sediakan, selanjutnya di tempel di sebuah Pohon Impian. Saya percaya, dan berharap, pohon yang tadinya kecil, lalu subur dan tumbuh besar karena impian-impian mereka, akan selalu hidup. 

Kami juga memberikan sebuah hadiah. Jauh dari kata mewah, jauh dari kata 'cukup', dan saya yakin jauh dari kata 'memuaskan' dari mereka. Tapi untuk kami, ini adalah hadiah terbaik yang bisa kami berikan, yaitu masa depan. Dalam bentuk perpustakaan. Lewat buku-buku yang bisa mereka baca, yang bisa memberikan banyak ilmu dan pengetahuan baru untuk mereka, yang bisa membawa mereka ke tempat-tempat yang tidak dibatasi ruang-ruang kelas.

Satu hari yang panjang dan sangat melelahkan. Tapi setelahnya, saya kembali menemukan, bahagia yang pernah terkubur. Yaitu kebahagiaan melihat orang lain berbahagia, karena kita.

Menjadi orang yang bosenan dan nggak pernah bisa "terkungkung" dalam rutinitas yang itu-itu aja buat orang kayak saya itu nyusahin. Apalagi selama masih jadi manusia, bukan umbi-umbian, saya dan kita semua harus ngikutin aturan main hidup di dunia (yang nggak tau dibikin sama siapa). Ya sekolah, ya kerja, ya nyari uang, dll. Padahal dulu Tuhan nyiptain manusia buat beribadah, bukan buat "duh-sibuk-banget-nih-nggak-sempet-solat".

Akhirnya, manusia jadi kayak robot. Diprogram buat nyari uang. Sekolah biar apa? Biar bisa kerja, katanya. Kerja buat apa? Buat nyari uang, katanya. Nyari uang buat apa? YA BUAT IDUP LAH GILAK.

Iya sih, saya bukan tipe orang yang percaya "money can't buy happiness". Sucks, but it actually is. Mau ngapa-ngapain tuh tetep butuh uang, mau ke mana-mana, perlu uang. Jadi, mau nggak mau, terima nggak terima, ya mesti diikutin aturan mainnya itu. Kerja, minimal 8 jam sehari, dari pagi sampe malem, setiap hari kecuali weekend, begituuuu terus. Sampai kapan? Ya Wallahu alam, tergantung kebutuhan, tergantung kemauan.

Tapi namanya lagi juga manusia, kadang suka lupa bersyukur. Kadang kebanyakan ngeluhnya. Udah punya pekerjaan, ngeluh bosen, ngeluh capek, ngeluh ini dan itu. Kayak manusia-manusia macam saya ini. Akibatnya ya jadi kusut sendiri. Merasa nggak menghidupi kehidupan. Merasa terjebak dalam rutinitas yang mutlak.

Untuk itu, saya tau, saya, dan kita semua, butuh beristirahat. Sejenak. Dari kehidupan dunia yang gila dan nggak ada habisnya ini. Cara mudah bagi saya: me time! Sesederhana menghabiskan waktu sendirian, dan untuk saya sendiri. Mengumpulkan lagi tenaga untuk haha hihi sama orang-orang di weekdays nanti.



Hello...
That scene where we first met is the most heart-fluttering of my life.
We lived just like a movie.
And now with a goodbye, we're saying our farewells.

It was all so fun, every single moment.
I'm going to miss it, all of our past days.
I will imprint the last image of you in my eyes.
Whenever I miss you in my life, I'll close them.

I think I'm living well so far because of you.
And I think I'll be able to live well from now on too, because of you.
Just as we live knowing of our eventual deaths.
We loved awaiting the moment we would part.

This is the last song I'm singing for you.
I'm trying to place the final period on our story.
The beginning and end of our memories, were always accompanied by our last scene.
How will we recall these feelings from our memories?

Though for a while we'll be lonely and sorrowful.
And in such heart-wrenching pain.
We'll probably get used to it.

We'll recall the sweet scents and pieces of us.
And it's probably hurt, but we'll probably get used to it.

The reality still hasn't hit me so it's saddening, but I won't shed tears.
I feel like there's unfinished business before I can go, but I won't stay.

Looking back, we went through it all and so we'll stand before time.
And get used to it.
Thanks for all these time, we were always on one side.
This movie was shorter than I'd thought, a single volume.

Happiness, sadness, hope, despair, longing, regret, loneliness, peace.
Within all those emotions, you were there.
And because of that.... I was able to hold on. :)




PSY




"Oh, I think I landed, where there are miracles at work...."

I never thought that I would see a magic, the adventure of a lifetime, like this.
Under a sky full of stars, within' a head full of dreams.





 Thank you, universe.
Sejak kantor pindah ke Pancoran, jarak yang harus gue tempuh setiap harinya melonjak sampai hampir dua kali lipat. Dari yang tadinya udah jauh dan macet, jadi makin super jauh dan super macet. Dengan menempuh jarak kurang lebih 50 km setiap hari untuk perjalanan rumah-kantor dan kantor-rumah, nggak jarang gue di jalanan bisa mengkhayal lima episode gimana rasanya jadi emak-emak sosialita aja.

Puncaknya adalah beberapa hari yang lalu, di mana gue menghabiskan waktu tiga jam, iyah, TIGA JAM dengan motor untuk pulang. Padahal nggak ada si Komo lewat di sepanjang jalan (YHAAA), tapi entah kenapa hari itu, semua jalan dari mulai Antasari yang biasanya cuma merayap-merayap manjah, tiba-tiba macet total nggak bergerak. Gue pun melipir ke jalan Asem yang kecil, ternyata jadi makin kecil karena penuh mobil dan motor. Sampai akhirnya mencoba peruntungan lewat Fatmawati, malah jadi terjebak.

Jadi tiga jam tersebut (bersama bensin motor yang seperti biasa udah di ambang kritis) gue habiskan dengan: kaget - marah-marah - pusying - berusaha tegar - capek - sesek - nangis - berhenti nangis - pasrah - capek lagi - nangis lagi - berhenti nangis lagi - pasrah lagi - dan terus aja looping. Sambil drama ngadu-ngadu ke orang-orang. Ngadu ke mamah. Ngadu ke Kak Kiram. Ngadu ke anak-anak kantor. Ngadu ke media sosial. Ngadu ke Tuhan.

Nggak lupa juga pake bumbu-bumbu, "WHY AM I HEREEEE?", "WHY SHOULD I WENT THROUGH THIS STRUGGLE EVERYDAAAY?", "WHY CAN'T I BE HAPPY AND LIVING AN EASY LIFE?", sampai mikir.... "why human like us is trying too hard to live, if in the end we all will die and won't bring anything from this world?'. Iya, memang sungguh drama.

Keluhan gue tentang jarak dan macetnya dari rumah ke kantor dan kantor ke rumah terjadi setiap hari selama henggg kira-kira dua minggu terakhir. Tapi gue tetep kekeuh untuk menjalani rute yang itu. Karena ngerasa cuma tau jalanan itu, dan nggak berani buat nyari-nyari jalan lain,walaupun banyak yang ngasih tau ini itu, termasuk Ayah yang sampai kesel dan mere-mere, "Kakak tuh kayak mau ke Bogor tapi lewat Bandung tau nggak!"

Sampai akhirnya di suatu Magrib sebelum , gue mengecek maps lalu tertohok karena melihat warna merah di sepanjang jalan yang biasa gue lewati. "Kayaknya gue nggak sanggup deh nih,"kata gue dalamhati. Trus memutuskan untuk nyoba jalan lain. Setelah nanya-nanya ke anak-anak kantor dan berbekal panduan google maps, gue pulang lewat rute baru, Duren Tiga - Pejaten - Warung Buncit - Cilandak. Dan hasilnya.......sungguh luar biasa. Dua hari ini, gue bisa sampai ke rumah cuma dalam waktu satu jam lebih-lebih dikit. Masha Allah! *lalu sujud syukur*

Trus kesenengan. Trus merasa ih bodoh banget kenapa nggak dari awal aja. Hahaha. Ternyata emang itu fungsinya dibikin banyak jalan ya, biar kita bisa milih, biar kita bisa nyoba, biar kita nggak stuck di satu tempat aja. Karena terkadang, zona nyaman yang udah kita punya justru sebenernya nggak lebih baik dari banyak hal di luar sana. Dan karena kita sibuk living in our bubble, jadi nggak berani untuk step out deh.

Kalo jalan yang ini nantinya stuck juga, ya tinggal ngeberaniin diri untuk nyoba jalan lain. Karena banyak jalan untuk pulang, dan banyak cara untuk mencapai rumah. :)

Beberapa hari-bahkan minggu- belakangan ini, pembicaraan-pembicaraan di sekeliling saya lagi dipenuhi sama pembahasan dan diskusi mengenai: kesetaraan, gender, prinsip, pernikahan, hingga hidup. Iyah, sungguh sangat mengherankan, bisa se-berfaedah itu topiknya, hahaha. Yang bikin otak jadi'penuh' sendiri, haha. Kira-kira (sebagian) isinya gini nih:

"Kenapa sih, perempuan kan koar-koar tentang emansipasi, tapi kalau di busway/kereta, maunya diproritasin untuk duduk? Ini terlepas dari lansia atau ibu hamil ya, perempuan biasa aja gitu."

"Kenapa perempuan tuh selalu dianggap/menganggap dirinya lemah, padahal jelas-jelas perempuan justru punya endurance yang lebih daripada laki-laki. Makanya, perempuan sanggup menstruasi, hamil sembilan bulan, melahirkan, sampe menyusui."

"Indonesia masih butuh feminis, tapi feminis yang ngerti permasalahan, dan kebutuhan perempuan yang sebenernya, di ranah bawah, di daerah, orang-orang yang masih kurang pendidikan dan masih terbelakang. Nggak cuma koar-koar pake permasalahan orang kota doang."

"Kenapa cewek kalo manja, kesannya tuh nyusahin cowok banget. Padahal kalo cowok yang manja, cewek biasa aja, malah seneng."

"Apa sih bedanya manja sama nggak mandiri?"

"Menurut lo bener nggak, kalau gimanapun juga, cowok emang kodratnya sebagai pemimpin. Apalagi dalam rumah tangga?"

"Di Indonesia tuh, penghasilan suami ya untuk suami sama istri. Kalo penghasilan istri, buat dirinya sendiri. Tapi gue sama istri gue nggak apa-apa sih, kayak gitu."

"Itu menjunjung tinggi kesetaraan, atau sebenernya si cowok nggak mau/nggak mampu aja punya tanggung jawab yang lebih? Jadinya berlindung di balik 'kesetaraan'."

"Kalo cowoknya punya penghasilan yang lebih rendah dari si ceweknya, apa cowok masih tetep harus menafkahi si cewek?"

"Tapi ketika menikah kan, cowok mengambil alih seluruh tanggung jawab atas si cewek, yang tadinya jadi tanggung jawab orangtua si cewek. Termasuk soal menafkahi, lahir batin."

"Waktu gue mau nikah, calon suami gue minta gue untuk belajar, seenggaknya baca-baca soal hadist tentang pernikahan, termasuk juga soal tanggung jawab dan kewajiban istri-suami."

"Gue tetep butuh nahkoda buat kapal gue nanti sih. Gue jadi co-nahkodanya."

"Kalo udah nikah, prinsip tentang finansial itu penting banget. Nggak bisa boong, kita nggak bisa hidup cuma pake cinta."

"Menurut lo, nikah tuh butuh nggak sih?"

"Gue sih butuh nikah, biar kalo nanti udah tua, ada yang ngurusin."

"Kenapa sih pernikahan harus dicatet-catet sama pemerintah?"

"Menurut gue nikah dicatet-catet tuh nggak perlu, kalo sama-sama cinta dan udah berkomitmen berdua, yaudah jalanin aja!"

"Pencatatan pernikahan itu kayak semacam 'security' gitu nggak sih?"

"Prinsip gue sebagai laki-laki sih, selama gue bisa, gue akan lakuin buat perempuan gue."

"Di atas prinsip tuh masih ada yang lebih tinggi lagi ya, yaitu kepercayaan, iman."

"Yang lebih penting tuh kesetaraan untuk mendapatkan hak nggak sih, ketimbang menyetarakan kewajiban?"

"Gue bukan feminis, gue lebih suka nyebut diri gue humanis."

"Menurut gue, di atas kesetaraan, ada yang lebih penting, yaitu keadilan. Setara nggak sama dengan adil, dan adil belum tentu setara."

"Gimana caranya menafsirkan keadilan yang bener-bener adil?"

Daaaaan..... kalau dilanjutin, akan jadi sangat panjang serta bikin makin pusing, hahahaha. Tapi seru banget ngedengerin pendapat-pendapat yang beda-beda itu. Trus, saya akhirnya cuma bisa menyimpulkan, kalau dari semua-mua yang udah diperdebatkan itu, hasilnya adalah: nggak ada kesimpulannya. :)

Iya, menurut saya, nggak ada yang benar dan yang salah. Cara berpikir dan memandang kehidupan masing-masing orang tuh bukan ilmu pasti yang bisa dikroscek bener atau nggak jawabannya, nggak kayak fisika atau kalkulus lanjut (DUH!). Menarik banget dengerin cerita adik saya tentang materi kuliahnya yang membahas gender, lalu sekelas saling melempar pendapat pro dan kontra atas sebuah situasi, yang lalu berakhir juga tanpa kesimpulan yang mutlak. Bikin saya makin pengen belajar banyak tentang sosiologi.

Terlepas dari itu, yang saya juga sadari adalah pada akhirnya, isi otak dan hati manusia emang beda-beda kok. Pun dengan perihal keyakinan, kepercayaan, serta prinsip yang dipegang. And in the end, it's okay to be different. It's okay, to agree to disagree.

Selama masing-masing nggak saling merugikan, dan meyakiti satu sama lain. Selama masing-masing nggak saling mengganggu, dan memaksakan kehendak satu sama lain. Selama masing-masing nggak memaksakan kesetaraan dalam sebuah pendapat. Saya kira, semua kembali kepada hak masing-masing manusia untuk berpendapat berkeyakinan, bahkan beragama, serta kewajibannya untuk mempertanggung jawabkan pilihannya tersebut. Lakum diinukum wa liya diin. (QS: 109; 6)

Dan kita, hanya perlu mencari serta menemukan orang yang memiliki keyakinan, kepercayaan, prinsip, serta visi dan misi yang sama dengan kita, dalam menjalani hidup. Atau, yang dengan bersama dia, kita bisa mencapai satu titik temu bernama kompromi dan komitmen, untuk tetap bisa menyelaraskan buah pikiran dan hati masing-masingnya. Itu semua hanya bisa terjadi, kalau saling terbuka dan mau membicarakannya.

Bukannya itu juga salah satu konsep dari berpasangan, ya nggak sih? Untuk bisa saling mengenal satu sama lain. Untuk bisa bersatu, bukan harus menyatu. Untuk bisa menggerakan sebuah gerobak dengan dua roda yang -nggak perlu berdempetan- tapi tetap bergerak ke arah yang sama.



Tapi kalau nggak bisa, ya nggak perlu dipaksakan. Mungkin, bukan dia orangnya. :)



Will be so much perfect and 'awww-errr' if he said it in person instead of chat. Kalau beneran ada yang macem ginih. Uwuwuwuhh banget :')
Bali, December 2016

As I grow older, I thought there are so many more important things to be thinking about, things to be done, becoming what we want to become, and all those never-ending life's matters other than love. But at the same time, I realize that human could never give up on love too. In the end, it's always the thing they -we are- all searching for, and maybe, need of. Even if they're just a teenager, twenty-somethings, or real adults.

Everyone has different yet same question about love. And these days, it seems like nearly everyone (or at least, everyone I know) is in such a hurry for finding, or settling their "true love".

I find this 'urge' to have 'the one' is somehow..... dangerous (?) that we could fell into the trap called phantasm. Just because we don't want to be alone, we told ourself that we love 'her/him'.

We think... It's okay, even we spent the dates staring each other's phones, instead of looking into each other's eyes.

We think... It's okay, even we spent hours tried to understand their stories with mind's blank and vice versa, instead of actually talking and sharing and exchanging many random things to serious matters we could repeated all over again with them without ever feels bored.

We think... It's okay, even we spent times together with them with this awkward smile, instead of laughing your ass together over silly jokes only both of you could understand.

We think... It's okay, even we spent days without having a proper communications than 'how's ur work?', 'how are u?', etc, instead of really care about each other conditions immensely.

We think... It's okay, even we spent months, years, having this 'emotional repression' and always trying to look okay, trying to be strong, trying to be happy with them, instead of crying our heart out and tell them what we need and make them a shoulder to cry on.

NO.

It is NOT okay.

We don't have to be -or feel- content with that, just because our illusion that he/she is the one, we can't lose them, we love them, we can't be alone, anymore.

Everyone deserves the right person for them.

A person who makes our heart beat faster by simply saying our name. A person who makes a big smile on our face whenever we look at them. A person who will twirl the strands of our hair around their fingers when we feel tired. A person who can understand our mixed feelings and emotions, and hold our hands to make us know, they are there for us. A person.... I don't know. Everything is different for everyone.

But I know now, what I need is... a person whom I can completely trust, a person I could lean on, a reliable person that want to protect me and all my feelings. With him, I can bare all my weakness, without having any worries. With him, I have the same vision and mission to live the life. With him, I'm sure he could be my -not only a partner, but a leader- until the afterlife.

And for meet that one who speaks for our souls, maybe we don't have to be in hurry. Maybe?
Newer Posts
Older Posts

Hello, It's Rima!

Hello, It's Rima!
A free-spirited hippy type that often get soaked from dive so deep into her complex thoughts and a lot of big feelings.

Labels

asi vs sufor engagement korean drama life menujurrumah parenthood Rania review film rima's k-drama recap

Blog Archive

  • ▼  2023 (1)
    • ▼  Januari (1)
      • Three years later....
  • ►  2020 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (35)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2015 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2014 (40)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (31)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)

Find something

Most Popular

  • Apa Cita-Citamu?
  • Everybody's Changing
  • Lumos
  • Do Something, Make Something
  • We Can't Wait Forever
  • Nozomi, A Hope
  • "Kalau nggak enak, kasih kucing aja"

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates