twitter instagram linkedin
  • HOME

Sebenernya saya belum mau nulis tentang ini (baca: masa depan, kerjaan, tujuan hidup, dll dkk nya) sebelum hidup saya udah ketauan mau dibawa kemana. *lalu nyanyi bareng Armada*
Tapi sungguh cerita ini sangat menggelitik dan menggoda untuk ditulis. (Padahal gak penting. Biarlah, biar saya seneng)

Sebenernya saya nggak mau nulis kata ganti orang pertama yaitu saya memakai prosa saya (((saya-caption))), soalnya asa terlalu serius-serius gitu, enakan guweh eloh yaa.
Tapi demi mengubah imej blog ini menjadi bukan-blog-galau melainkan blog penuh manfaat dan demi terbentuknya citra saya sebagai wanita yang dewasa serta bijaksana, baiklah persoalan ini kita sudahi saja.

*****

Hari ini saya menghadiri interview (untuk ke-1000 kalinya. Maksudnya 20 dikali 50, biar keliatan banyak ajah) sebuah perusahaan besar di daerah Thamrin. Ekspektasi saya, pertanyaan interviewnya akan sama kayak biasanya. Cerita tentang diri pribadi, pengalaman organisasi, kenapa memilih perusahaan ini, dan sedikit pertanyaan-pertanyaan tentang bidang yang akan dilamar. Oke, jawaban saya udah hafal diluar kepala. Tapi tadi, bapak HRD yang menginterview saya memberikan pertanyaan yang agak lain dari biasanya.

Karena yang dipanggil interview cukup buanyaaakk (saya nomer urut 65), sistem wawancara dilakuin bukan sendiri-sendiri, tapi keroyokan. Bukan, bukan anak kampung sini (akamsi) lawan anak kampung seberang (akambrang. Iye jelek amat singkatannya hakhak), tapi satu orang HRD langsung mewawancarai 2 sampai 3 orang sekaligus.

Giliran saya, saya masuk bersama dua cewek lainnya. Setelah basa basi memperkenalkan diri, si Bapak HRD cuma memberikan 4 pertanyaan yang dijawab giliran oleh kami. Pertanyaan pertama, apa yang kamu lakuin kalau nanti kamu menikah, suami kamu nggak mengizinkan kamu untuk menjadi wanita karir?
Kedua, apa kamu tertarik menjadi PNS?
Ketiga, kenapa kamu tertarik bekerja di perusahaan ini?

Dan pertanyaan terakhir,
apa cita-cita atau tujuan hidup kamu?

Ketiga pertanyaan pertama saya jawab dengan sangaaaatttt normatif, klise, daaaan menjilat. :p hypocrite I knoooow, but guess everybody did it, aite?

Lalu sampai pada pertanyaan terakhir tersebut.
Cewek 1 menjawab: cita-cita saya yaitu bekerja sesuai dengan passion saya, dan passion saya adalah bidang *:!&!6!&!_.!&!( seperti di perusahaan ini.
Cewek 2 menjawab: saya ingin apa yang saya lakukan dapat memberikan manfaat bagi orang lain, mendidik orang lain, apalagi bekerja sesuai dengan syariat-syariat islam. (Bookkkk iyeee mentang-mentang perusahaan islam hakhak)

(Oh ya, mereka ngejelasinnya lebih panjang dari itu ya, ini saya tulis intinya aja. Kalau semuanya diceritain, namanya pelanggaran hak cipta. Saya belum punya uang untuk bayar royalti huhuw)

Oke.
Sambil mendengarkan jawaban-jawaban itu, saya juga udah nyiapin jawaban yang nggak kalah sok bijak-tapi emang bener- nya. Seperti biasa.
Gini nih,   
In a short term, I want to, quickly, get a job. As a fresh graduate, I really hope there’s a company will give me an opportunity to work, to be able to gain my skills and experiences. In a long term, I want to have a good, promising, and well established career. I want to be create something, contribute something, and become something imprortant in my company. I want to have a lot of experiences, visited many new places, and giving a good deeds to others.

Tapi tiba-tiba, saya pengen memberikan jawaban yang lain. Jawaban yang lebih nyata, jawaban yang lebih jelas.

Lalu dengan spontan saya jawab: "my goal is, saya ingin punya keluarga yang sakinah, mawadah, warrahmah, dan sejahtera dunia akhirat."

.................

Lalu semua mata tertuju padaku. Trus ada efek angin-angin dan temennya Jason (di film Inikah Rasanya itu looooh) dateng ngiler-ngiler. Gadeeeeengggg. But for a moment itu bener langsung hening, and literally, they (si Bapak HRD dan dua cewek itu) laugh at me.

Setelah (bener-bener) puas ketawa, si Bapak HRD nanya: "jadi kamu pengen jadi ibu rumah tangga? Emang kamu mau nikah umur berapa? Udah ada calonnya belum?"

So I explained this.....

Begini, Pak. Saya tidak munafik, saya yakin semua perempuan punya cita-cita yang sama seperti saya. And that's like the end destination of my long journey. Untuk sampai pada tujuan akhir itu, saya punya tempat-tempat yang harus saya singgahi, dan tangga-tangga yang harus saya lalui.
Sebelum berkeluarga, saya butuh menyelesaikan apa yang menjadi kewajiban saya terlebih dahulu. Sebagai anak, saya harus membahagiakan kedua orang tua saya. Menggantikan mereka untuk mencari nafkah, karena saya anak tertua. Saya ingin membiayai kelanjutan sekolah adik saya. 
Dan sebelum berkeluarga, saya butuh mengumpulkan modal. Saya membutuhkan pekerjaan, saya butuh menabung untuk pernikahan, saya ingin punya kendaraan dan rumah sendiri.
Lalu setelah berkeluarga, saya ingin membantu suami saya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga saya nantinya.
Dan itu bisa saya capai dengan memiliki karir yang baik, stabil, dan menjanjikan.

Syedaaaappppp yah :'))

Tapi percaya deh, aslinya nggak sesedap itu. Setelah saya ngomong panjang lebar itu, itu beneran semua diutarain kayak diatas, trus tiba-tiba saya kayak sadar sendiri. "Anjrit ini gue abis kesirep apa gimane siiih. Busetttt ngapain gue ngomong begonooooo haaaahhhhh -_-"

Lalu saya menyesal.

The end of the interview. Si Bapak HRD sih ngangguk-ngangguk ketawa dan nyalamin saya pas di akhir, sementara saya udah malu bangeeeettt langsung buru-buru keluar ruangan. Lagian si Bapak nanyanya kan tujuan hidup, bukan tujuan pekerjaan atau tujuan karir. Ya kepancinglah gue curhat! Luluh lantaklaaaaahh interview gue kali iniiiihhh hakhakhakhak.

Tapi yang tadi itu jadi mengganjal di pikiran sampai saya nulis post ini.

Beberapa hari sebelumnya, saya sempat diskusi dengan seorang temen tentang hal ini. Tentang prioritas-prioritas dalam hidup. Waktu itu sih emang tema utamanya (lagi-lagi) soal kegalauan percintaan. Maklum, dokter cinta. Ehem. (Padahaaaaaaal..... hahahaahahaha)

Waktu itu temen saya bilang nggak mau mikirin cinta-cintaan karena banyak banget yang lebih penting yang harus dia pikirin. Pasti yang temen saya pengenin ini sama deh sama kita semua. Kayak gini contohnya:
-Ngebahagian orang tua
-Punya kerjaan tetap
-Berangkatin orang tua pergi haji
-Jadi direktur
-Punya rumah tingkat 5 dan pake lift biar ngalahin rumahnya Nagita Slavina
-Beli lamborghini 10 ajah
-Keliling dunia 7 kali
-Punya calon istri secantik dan secerdas Dian Satro atau punya calon suami kayak Junot
-dll dll dll
Sampai akhirnya...
Nikah.

Bener kan? Yakan? Yakaaaan?

Kebanyakan, atau sebagian, atau beberapa (karena saya belum nyewa lembaga survey yang akurat buat penelitian ini) ujung-ujungnya bermuara sama satu tujuan akhir.

Naaaaah jadi, mungkin saya pengen ubah pola pikirnya, bukan cinta itu kalah penting dengan hal-hal lainnya. Atau misalnya, aaah ntar ajadeh mikirin bahagiain orang tua mah, yang penting dapet kerjaan deh nih. Sebenernya, semua prioritas kita itu saling berhubungan dan berkelanjutan kok satu dengan yang lainnya, nggak bisa dipisah-pisahin dan disingkir-singkirin. Tapi ibarat level-level di Mario Bros yang harus kita selesaikan satu persatu dulu.

Misalnya, menurut kamu, prioritas paling utama kamu saat ini adalah punya pekerjaan. Naaah untuk punya pekerjaan, kan harus ada step-step yang kamu harus jalanin terlebih dahulu. Misalnya, bikin cv, ikut job fair, dll. 

Atau prioritas utama kamu adalah membahagiakan orang tua. Selain kamu harus punya kerjaan baik, beliin orang tua apa yang diimpikan, dll dll, ngasih menantu dan cucu juga termasuk membahagiakan orang tua loh *teteup* HAKHAK

Atau lagi. Pokoknya impian kamu yang paling paling paling kamu pengenin tuh punya istri yang sexy nya kayak Scarlett Johanson. Nah sebelumnya, kamu harus punya harta selangit, punya mansion di Hollywood, dan operasi plastik dulu.

Satu kutipan yang sangat saya suka dan sekarang jadi "alarm" buat saya:


Setuju nggaaaak? Aku sih yes ya :3 Untuk mencapai apa yang kita inginkan, kita harus punya target dan rencana yang jelas. Yang harus kita runut dari apa yang kita dapat lakukan dalam waktu yang paling dekat, lalu step-step selanjutnya, untuk pada akhirnya kita sampai pada tujuan utama. A big picture of our life's purpose.

Cita-cita itu layaknya nenek moyang dalam family tree, letaknya di paling atas. Naaah dibawahnya ada cabang-cabang yang dihasilkan dari sebagai runutan langkah untuk sampai ke si cita-cita. Bingung nggak? Hahahaha gini nih misalnya mindmapingnya.

JANGAN PROTES! INI BIKINNYA DI HAPE. SUSAH TAUUUKKK JARINYA KEGEDEAN :(

Nah si kaki-kaki itu nanti punya anak-anak lagi. Misalnya buat jadi wanita muslimah harus nggak boleh bolong sholat, sering ikut pengajian, atau rajin beli bukunya Ust. Felix Siauw :p

Tentu, human writes their own story, but only God capable to agree with it.

Tapi bukan berarti kita cuma bisa memasrahkan segalanya sama Tuhan. Kita tetep harus punya goal dalam hidup, tujuan kita mau apa dan kemana. Naaah untuk menuju kesana, ada banyaaaaaakkk persimpangan-persimpangan jalan yang kita temui, rute-rute alternatif yang akhirnya kita pilih, dan oleh-oleh baru yang bisa kita bawa. 

Jadi bener banget nasehat waktu kita kecil dulu: gantungkanlah cita-citamu setinggi langit

Iya! Cita-cita memang harus tinggi! Dan yang perlu kita lakukan adalah membuat anak-anak tangga untuk mencapainya. Tangganya, bisa dari kayu, marmer, bentuknya melingkar, lurus, atau muter-muter kayak jembatan penyebrangan busway di Grogol.

Jadi, apa cita-citamu? :D





Recent song on play: Keane - Everybody's Changing

Manusia, memang penuh kenaifan ya.

Ketika kita sedang berbahagia, serasa dunia hanya milik kita dan waktu seolah berhenti untuk ikut merayakan, kita tidak akan pernah mau mengingat, bahkan berusaha melupakan dan melenyapkan kenyataan, bahwa semua hanyalah sementara. Bahwa semua hal akan berujung pada akhir. Bahwa kepastian paling pasti dalam hidup adalah ketidakpastian. Dan bahwa kita, semua, ditakdirkan untuk kembali pada kesendirian.

Dan barulah saat harinya datang, ketika kita harus kembali melepaskan dan merelakan, lalu menumpahkan segala kesedihan akan kehilangan, kita tersadar, bahwa inilah harga yang harus selalu kita bayar dari sebuah pertemuan, yaitu kembali pada perpisahan.

Beberapa hari yang lalu saya mendengarkan cerita seorang teman. Bagaimana ia memutuskan untuk tidak lagi berharap kepada manusia. Because everybody's changing. Tidak ada yang pasti dalam hidup, dan tidak ada yang bisa menjamin bahwa masa depan akan seperti apa yang telah kita impikan. Maka ia memutuskan pasrah dan menjalani dalam kesendirian.

Tanggapan saya waktu itu:

"Lo terlalu sombong, untuk nerka-nerka masa depan. Menurut lo ikhlas itu kalau lo UDAH terpaksa nerima suatu keadaan? Ikhlas justru nerima apapun keadaan yang AKAN terjadi. Kalo lo sekali ketabrak mobil, trus lo trauma akhirnya gak mau keluar rumah lagi, gimana lo bisa hidup?

Setelah saya baca-baca lagi.....

Gile, sotoy amat gue!  Hahahaha

Temen saya itu beneeeeeeer banget. Kayak yang saya bilang di awal, manusia memang naif, merasa memiliki segalanya. Namun ketika sesuatu itu hilang, baru kita sadar kalau sebenarnya kita tidak pernah memiliki apapun.

Contoh gampangnya: cinta-cintaan.

Guess I don't have to talk about this thing much yaah :))) We all know that love is a real-but-delusional feeling, at the same time. When we were in love, semuaaaaaaa indah. Pokoknya setiap saat bersamanya terasa paling membahagiakan deh. People do craziest things for love, walaupun bentuknya berbeda-beda. Cinta itu emang manis, semanis janji-janji yang diucapin. "Kita pokoknya bareng-bareng terus yaaaah :3" "Nanti kita punya anak 11 ya, biar rumah kita rame!" "Nggak adalaah yang bisa misahin kita sampe maut menjemput huhuwww" daaaaaan berjuta kata-kata indah lainnya.

Atau contoh lainnya, pertemanan.

Kita punya BFFFFFFFFFFFFFFF sampe F nya nggak terhingga banget deh. Pokoknya selama di sekolah atau kampus, ngapa-ngapain selaluuuuuu bareng-bareng, nggak terpisahkan. "Kita tetep sahabatan ya sampe tua nanti!" "Lo kalo ada apa-apa cerita aja ke gue!" sekali lagi, dan berjuta kata-kata indah lainnya.

But time flies.

And everybody's changing.

Coba deh, berapa kali kita ngalamin yang namanya putus cinta dan patah hati? Baruuuu juga dua hari abis bilang I love you so muuuch, lalu tiba-tiba diselingkuhin. Baruuuu abis kangen-kangenan, seminggu kemudian hubungannya dingin kayak martabak sisa semalem. Baruuuu juga abis ngayal babu minta resepsi nikah nanti kayak Raffi-Gigi, eeeh besoknya ditinggalin.

KEMANA MAAASSS JANJI-JANJI MANIS MU SELAMA INIIIIH??

Kalau kata Dokter Nam di drama Discovery of Love mah (btw gue kasih ratingnya 10/10! Tapi sepuluh-sepuluhnya cuma karena akang Eric yang gantengnya kelewatan uuwuwuwu. Oke skip) gini nih:
"The expiration date on the promise is until the love is over."

Betyulll syekalii. Booookk, never trust any forever. Never trust any long-term promises.

Begitu juga sama pertemanan. Kita pasti sering banget ngalamin, dulu waktu masih bareng-bareng kerasa banget sayangnya, perhatiannya, serunya sama temen-temen kita. Tapi begitu kita lulus, pisah, pelan-pelan hubungan itu teruuuus menjauh. Dari yang tadinya komunikasi tiap hari, sampai jadi susah dihubungin. Dari yang tadinya mau main tinggal ayooo jalan, sekarang harus ngatur schedule dari berminggu-minggu sebelumnya. Yang tadinya bisa ketawa ngakak gara-gara hal sepele, sekarang kalau ketemu ngeluhnya masalah kerjaan di kantor.

Begitulah.

Maka saya, dan pasti kita semua sangat amat teramat mengerti apa yang dimaksud temen saya tadi, untuk tidak menaruh harapan pada manusia.

Setelah putus, biasanya kita akan...........
"Pokoknya gue nggak akan mau lagi pacar-pacaran! Aaaaah semua janji-janjinya bullshit lah!"
"Padahal  gue udah sesayang itu sama dia hikksss... Kayaknya gue nggak bisa deh sayang sama orang lain lagi."
Atau yang paling sering diucapin cewek-cewek: "Udahlah capek pacaran, nikah aja deh nikaaaaaahhhh"

Karena itu, temen saya bilang, makanya Rim gue nggak mau kayak gitu. Nanti gue jadi sakit sendiri kaaan?

Sekali lagi, saya setuuuuuju banget!

Rasa sakit yang paling sakit memang kehilangan. Apapunnnnn. Jangankan kehilangan orang yang disayang, kehilangan barang aja bisa nangis bombay. Apalagi kalau yang hilang kayak Lamborghini nya Om Hotman Paris yang mentereng itu. Huhuwww

Tapi, apakah karena kita takut kehilangan, kita jadi nggak mau untuk memperjuangkan?

Biasanya siiih, biasanya yaaaah, manusia nggak ada yang tahan sendirian.

Coba deh perhatiin, temen kamu, atau bahkan diri kita sendiri, yang udah sumpah serapah pokoknya nggak mau punya pacar lagi, eeeeeh beberapa bulan kemudian udah gandeng orang baru. Kita yang sedih-sedih karena temen-temen udah pada pisah dan punya kesibukan masing-masing, eeeeh beberapa lama kemudian udah sibuk sama temen baru. Ya nggak?

We can't stop people from loving, and leaving.
That's the way it goes.

Jadi, kita memang tidak bisa memprediksi masa depan. But actually, our future is just the next page of what we write in this present. Dan memang benar, kita sesungguhnya tidak pernah memiliki apapun untuk selamanya. Tapi semesta mengizinkan takdir kita untuk bersinggungan dengan orang-orang yang telah dipilihnya. Whether they'll stay in our life for a quite long time or just passing by.

Ngomong doang sih emang gampaaang yah. Ahahaha :"D

Yang paling pasti, memang semua akan berubah seiring berjalannya waktu. Tapi manusia pada hakikatnya nggak bisa hidup sendirian, maka itu kita butuh teman. Mungkin maksud temen saya itu bisa dibenerin jadi gini, kita butuh orang lain, tapi kita juga harus siap jika saatnya kembali sendiri. Namanya juga bersinggungan jalan sama orang, pasti ada waktunya berpisah lagi. Tapi nanti pas kita lanjut jalan, pasti ketemu orang baru lagi. Perubahan memang nggak mudah. It hurts so bad, it hurts so much, but we still have to go through it. For the rest of our life.

So love what you love, be happy as you can, cry when you're hurt, and leave when the time is come.

Jangan hanya karena kita pernah gagal, kita pernah kehilangan, lantas kita selamanya menutup diri dan tidak mau untuk terus berjalan. Justruuu karena kegagalan-kegagalan dan kehilangan-kehilangan tersebut, kita sudah tau rasa sakitnya seperti apa, and we knew, we will always get up again in the end.

Pesan moralnya gini:
Yes, it takes two for tango. But whether you're alone or not, you still can do poco-poco. (Naooon maksa amat hahaha)
Jadi, mau sendiri, berdua, atau rame-rame, kita tetep bisa joget dan berbahagia! 


Sekian dan terima sumbangan,



Kita pasti sering denger ucapan:

"Ngeluh mulu lo kerjaannya"

"Komentar doang bisa nya"

"Emang lo ngerti masalah begituan? Udah deh urusin aja diri lo sendiri dulu"

"Daripada lo sibuk ngomong ini itu, mending lo ngelakuin sesuatu kalo emang nggak suka" ,etc.

dari orang-orang ketika kita mengeluh, berkomentar, atau mengeluarkan pendapat kita akan sesuatu.

I often asked myself, what's so wrong about bragging or even giving any comments about something?
Think of it, that's the problem of society nowadays. Kalau kita komentarin sesuatu, dianggap sok tau. Kita mengeluh, dibilang nggak ada gunanya. So what should we do? Do something, change something, they said.

Disamping, sebenernya itu hak masing-masing orang untuk berpendapat yang udah di atur dalam undang-undang, I think blabbering is fine. Kenapa?

Ada satu kalimat dari dosen pembimbing saya, yang sampai sekarang membekas banget di otak, and I'm surely gotta stick that words for myself forever. Intinya begini:

"Ketika kamu nggak ngerti, nggak suka, bingung, atau ngerasa nggak terima akan sesuatu hal, sebenernya kamu sudah maju satu langkah dalam hidup kamu. Kenapa? That way, you will start thinking, arguing, and then you eventually can change or solve or understand it. Fase paling dasar dalam hidup adalah ketika kamu nggak peduli dan nggak mau tau. If you live like that, you will not go anywhere."

So, to know what you don't know, what you dislike, or what you don't understand is the first step in your milestone in life.

Kamu ngeluh kejebak macet di Sudirman padahal berangkat jam 7. Artinya kamu tau, besok kamu harus berangkat lebih pagi lagi.

Kamu nggak suka sama kondisi politik sekarang. Artinya kamu tau, pileg dan pilpres selanjutnya kamu nggak akan pilih orang-orang itu lagi.

Kamu mungkin nggak ngerti, kenapa di Sudirman bisa macet terus setiap hari, kenapa rapat DPR dan MPR aja pake ribut-ribut terus, but if you have notice that, maka yang orang-orang bilang "do something change something" itu sesungguhnya telah kamu lakuin, kayak contoh yang diatas simpelnya.

What they expected with "do something change something"? Kita nggak perlu jadi politisi kok buat boleh ikut-ikut komentar tentang politik. Kita nggak perlu jadi pemerintah dulu kok buat sok-sokan ngasih solusi ngurangin macet. Justru dengan kita mulai peduli, selanjutnya kita bisa berkontribusi dalam masalah-masalah itu, sesuai sama porsi kita. Dengan nggak milih politisi yang korup dan haus kekuasaan, dengan berangkat lebih pagi biar nggak ikut jadi sumber kemacetan, bahkan hanya dengan ngomentarin sesuatu yang bisa bikin orang lain ikut notice the problem dan meningkat awareness nya juga.

Kerjaannya pengamat politik ngapain sih? Kontribusinya mereka apa? Kayaknya kerjaannya cuma dateng-dateng ngomong di talkshow tv doang. Tapi kamu sadar nggak, dengan mereka wara wiri itu, bikin kita orang awam yang nontonin mereka jadi ikut sadar dan ngerti, setidaknya sedikit, tentang oooh this is what really going on in my country. So what should I do, what could I do.......... seterusnya, influence-influence ini yang akan bikin orang lain ikut paham, peduli, dan akhirnya saling memberikan kontribusi.

Jadiiii.....

Yes, complaining is fine, once in a while yah. Nggak setiap saat ngeluh, marah-marah juga. Nggak cuma ngeluh dan marah-marah juga kerjaannya. Tapi dengan berawal dari ngeluh dan marah-marah itu kita bisa berbuat sesuatu untuk mengubah keadaan.

That way, we will go to the next step: what we want, what we need to get what we want.




Selamat makan siang! :D


Newer Posts
Older Posts

Hello, It's Rima!

Hello, It's Rima!
A free-spirited hippy type that often get soaked from dive so deep into her complex thoughts and a lot of big feelings.

Labels

asi vs sufor engagement korean drama life menujurrumah parenthood Rania review film rima's k-drama recap

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (35)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2015 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ▼  2014 (40)
    • ►  November (1)
    • ▼  Oktober (3)
      • Apa Cita-Citamu?
      • Everybody's Changing
      • Is It Complaining That Bad?
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (31)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)

Find something

Most Popular

  • Apa Cita-Citamu?
  • Everybody's Changing
  • Lumos
  • Do Something, Make Something
  • We Can't Wait Forever
  • Nozomi, A Hope
  • Conquering Query

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates