Banyak Jalan Untuk Pulang

by - April 08, 2017

Sejak kantor pindah ke Pancoran, jarak yang harus gue tempuh setiap harinya melonjak sampai hampir dua kali lipat. Dari yang tadinya udah jauh dan macet, jadi makin super jauh dan super macet. Dengan menempuh jarak kurang lebih 50 km setiap hari untuk perjalanan rumah-kantor dan kantor-rumah, nggak jarang gue di jalanan bisa mengkhayal lima episode gimana rasanya jadi emak-emak sosialita aja.

Puncaknya adalah beberapa hari yang lalu, di mana gue menghabiskan waktu tiga jam, iyah, TIGA JAM dengan motor untuk pulang. Padahal nggak ada si Komo lewat di sepanjang jalan (YHAAA), tapi entah kenapa hari itu, semua jalan dari mulai Antasari yang biasanya cuma merayap-merayap manjah, tiba-tiba macet total nggak bergerak. Gue pun melipir ke jalan Asem yang kecil, ternyata jadi makin kecil karena penuh mobil dan motor. Sampai akhirnya mencoba peruntungan lewat Fatmawati, malah jadi terjebak.

Jadi tiga jam tersebut (bersama bensin motor yang seperti biasa udah di ambang kritis) gue habiskan dengan: kaget - marah-marah - pusying - berusaha tegar - capek - sesek - nangis - berhenti nangis - pasrah - capek lagi - nangis lagi - berhenti nangis lagi - pasrah lagi - dan terus aja looping. Sambil drama ngadu-ngadu ke orang-orang. Ngadu ke mamah. Ngadu ke Kak Kiram. Ngadu ke anak-anak kantor. Ngadu ke media sosial. Ngadu ke Tuhan.

Nggak lupa juga pake bumbu-bumbu, "WHY AM I HEREEEE?", "WHY SHOULD I WENT THROUGH THIS STRUGGLE EVERYDAAAY?", "WHY CAN'T I BE HAPPY AND LIVING AN EASY LIFE?", sampai mikir.... "why human like us is trying too hard to live, if in the end we all will die and won't bring anything from this world?'. Iya, memang sungguh drama.

Keluhan gue tentang jarak dan macetnya dari rumah ke kantor dan kantor ke rumah terjadi setiap hari selama henggg kira-kira dua minggu terakhir. Tapi gue tetep kekeuh untuk menjalani rute yang itu. Karena ngerasa cuma tau jalanan itu, dan nggak berani buat nyari-nyari jalan lain,walaupun banyak yang ngasih tau ini itu, termasuk Ayah yang sampai kesel dan mere-mere, "Kakak tuh kayak mau ke Bogor tapi lewat Bandung tau nggak!"

Sampai akhirnya di suatu Magrib sebelum , gue mengecek maps lalu tertohok karena melihat warna merah di sepanjang jalan yang biasa gue lewati. "Kayaknya gue nggak sanggup deh nih,"kata gue dalamhati. Trus memutuskan untuk nyoba jalan lain. Setelah nanya-nanya ke anak-anak kantor dan berbekal panduan google maps, gue pulang lewat rute baru, Duren Tiga - Pejaten - Warung Buncit - Cilandak. Dan hasilnya.......sungguh luar biasa. Dua hari ini, gue bisa sampai ke rumah cuma dalam waktu satu jam lebih-lebih dikit. Masha Allah! *lalu sujud syukur*

Trus kesenengan. Trus merasa ih bodoh banget kenapa nggak dari awal aja. Hahaha. Ternyata emang itu fungsinya dibikin banyak jalan ya, biar kita bisa milih, biar kita bisa nyoba, biar kita nggak stuck di satu tempat aja. Karena terkadang, zona nyaman yang udah kita punya justru sebenernya nggak lebih baik dari banyak hal di luar sana. Dan karena kita sibuk living in our bubble, jadi nggak berani untuk step out deh.

Kalo jalan yang ini nantinya stuck juga, ya tinggal ngeberaniin diri untuk nyoba jalan lain. Karena banyak jalan untuk pulang, dan banyak cara untuk mencapai rumah. :)

You May Also Like

0 comments