twitter instagram linkedin
  • HOME


"Whether it's breastfeeding, or bottle-feeding; whether it's mom's milk or formula milk; at the end the most important thing is you feed them."


Disclaimer: ini tulisan gue buat untuk #30haribercerita. Dan gue sharing ulang di sini.


Melihat panasnya perdebatan tentang ASI di twitter membawa gue mengingat lagi momen pertama kali gue datang ke konselor laktasi, setelah dua minggu Rania lahir.

"Ibu, siapa yang bilang Ibu wajib menyusui anak Ibu?" kata sang konselor.
Gue, yang datang ke ruangannya dengan kondisi berantakan -nipple luka berdarah, anak rewel, berat badannya pun turun- bingung tiba-tiba ditanya gitu.

"Henggg.... anjuran WHO?" jawab gue ragu.

"Allah, Bu. Dalam Al-Quran Allah udah menuliskan untuk menyusui dua tahun lamanya." jawaban yang gue nggak sangka, dan dilanjutkan dengan menyodorkan sebuah kertas ke gue yang berisi perbandingan antara anak ASI dan anak susu formula.

Sungguh dahsyat isi tabelnya, seabrek keuntungan yang diperoleh anak ASI dari bonding bersama Ibu, daya tahan tubuh, IQ tinggi, sampai beberapa hal yang bikin gue mengernyit, anak ASI lebih peka dan punya kepedulian tinggi, dan sebagainya.

Lalu, sejak pulang dari konsultasi itu, tertanam di otak gue bahwa: gue harus menyusui. Apapun dan gimanapun caranya. Dan ASI, pasti cukup. Nggak ada yang namanya anak kekurangan ASI.

Hari-hari setelahnya, adalah hari-hari terberat buat gue dalam hidup. MengASIhi, sangat sangat sangat berat.

Di saat gue melihat banyak ibu-ibu yang posting freezer penuh ASIP berbotol-botol, hasil pumping ratusan ml, gue justru harus masuk ruang operasi karena mastitis, dan pasrah satu payudara gue akhirnya nggak lagi mengeluarkan ASI.

Menyusui hanya dari satu payudara, jelas berat buat gue.
Dan yang gue lupa, juga berat untuk Rania.

Di saat gue bersikeras Rania hanya boleh minum ASI, nyokap gue, setengah marah, bilang ke gue, "kamu mau anak kamu kelaparan?!". Sebuah hentakan yang bikin gue sadar.

Gue akhirnya meminumkan Rania susu formula, sambil.... wah bergejolak rasa bersalah, nggak terima, nggak ikhlas, malu, dsb.
Setiap artikel, forum, yang gue baca, seakan-akan mengharamkan meminumkan sufor ke bayi. Bahwa ASI itu tidak tertandingi, ASI itu hak anak, dan nggak sedikit tulisan di forum yang membawa embel-embel "anak sufor adalah anak sapi."

Sampai suatu ketika dokter anak gue bilang, pas gue curhat soal susu formula ini. "Buu, sufor itu bukan racun. Yang penting anaknya tumbuh sehat, ibunya sehat."

Akhirnya yaudah gue jalanin aja sebisanya, nggak ngoyo kayak dulu lagi. Rania masih nyusu langsung, minum ASIP, dan minum susu formula juga. Dan ternyata, waahhh... lebih menyehatkan.
Menyehatkan fisik dan mental gue. Menyehatkan buat orang-orang terdekat gue.
Gue nggak lagi stress, nggak lagi kena mastitis (gue akan sharing tentang terkena mastitis dan abses payudara yang Subhanallahh......), dan Rania, alhamdulillah (dan bismillah semoga terus) sehat.

Yang dulunya gue lebih sering nangis sampai ngerasa nggak bisa ngurus Rania, sekarang sangat sangat sangat menikmati setiap momen bareng dia. Kalau nggak ASI, nggak bisa bonding sama Ibunya? Alhamdulillah Rania nempel banget sama gue.

Di kasta para Nazi, mungkin gue level terbawah kali ya. Udah mah anak dikasih susu formula, diminuminnya pakai botol pula. HIH, nggak memperjuangkan hak anak bgt! (HAHA BODO)

I'm not endorsing formula milk, tapi cuma pengen bilang ke ibu-ibu lain yang mungkin nggak bisa mengASIhi, ASI nya dirasa kurang, atau karena keadaan bahkan pilihan dan anaknya nggak disusuin lagi:

IT IS OKAY. IT'S TOTALLY OKAY.

Dan buat ibu-ibu yang dianugerahi ASI berlimpah, bisa nyetok ber-freezer-freezer, you deserve to be happy, you deserve to be grateful, and you deserve to be proud.

Every mom knows the best for their children. So stop judging, stop comparing.

Dan selain ASI, Ibu yang bahagia adalah juga hak anak.
Jadi, yang penting Ibunya bahagia ya, biar anak kita juga tumbuh bahagia.
It's what they gonna remember, foverer. 


Rania Narakirana Ramadan.

29 September 2019.


Hampir empat bulan, setelah kehidupan gue berubah segitu drastisnya semenjak kehadiran mahluk mungil ini. Rania, nama yang udah gue persiapkan jauh, jauh sebelum kedatangannya. Bahkan jauh sebelum gue ditakdirkan menjadi orang tuanya.

Rania means "queen". Literal queen, in Arabic. And on the other hand, it was the name of Queen Rania of Jordan. The queen I love the most, for her beauty, grace, intelligence, and her advocacy works in various issues.

Narakirana. Nara- Greek origin, means "happy". In Indonesian, Nara is a person. And Kirana, a very beautiful word of "light" in Sanskrit. We put our faith that she always shines brightly, beaming with joy, and radiating happiness to others.

Her lastname is Ramadan. From her dad's name, and our hopes that her life will be full of blessing like the holy month Ramadan.

Ada banyak banget cerita tentang dan untuk Rania, yang suatu saat akan gue ceritakan. Bagaimana perjuangan melahirkannya ke dunia dan membuat gue jatuh cinta dalam sekejap. Bagaimana rasa sakit secara fisik nggak ada apa-apanya dibandingkan melihat dia tumbuh dengan (inshaaAllah) sehat. Dan bagaimana Rania membuat gue berbahagia setiap detiknya.

It's overwhelming, honestly. I'm so nervous, get scared, and unsure about many things and what will come down the road ahead. Parenthood is never easy. But everytime I look into her tiny eyes, it's just feels like she tells me, "we'll figure it out. And we're in this together."

Sehat selalu, cintanya Ibu. ðŸ§¡
.
Newer Posts
Older Posts

Hello, It's Rima!

Hello, It's Rima!
A free-spirited hippy type that often get soaked from dive so deep into her complex thoughts and a lot of big feelings.

Labels

asi vs sufor engagement korean drama life menujurrumah parenthood Rania review film rima's k-drama recap

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2020 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ▼  Januari (2)
      • Yang Nggak Harus Diperdebatkan: ASI vs Susu Formula
      • Yang membuatku berbahagia dan bersinar: Rania
  • ►  2019 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (35)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2015 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2014 (40)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (31)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)

Find something

Most Popular

  • Apa Cita-Citamu?
  • Everybody's Changing
  • Lumos
  • Do Something, Make Something
  • We Can't Wait Forever
  • Nozomi, A Hope
  • Conquering Query

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates