You Can't Please Everybody

by - Juni 07, 2016



Gue selalu percaya kalau "happiness is contagious". Untuk menjadi bahagia, lo bisa ngedapetinnya dengan menularkannya ke orang lain. Dan ketika orang lain bahagia, lo juga bisa tertular bahagia itu lagi. Dan gue percaya kalau semakin banyak kita membahagiakan orang, semakin banyak juga kebahagiaan yang akan balik lagi ke diri kita.

Tapi ternyata, manusia emang punya "porsi"-nya masing-masing. Se-gimana pun kita nyoba untuk membahagiakan orang, kita emang nggak bisa bikin SEMUA orang bahagia. Sama apa yang kita lakuin. Apa yang menurut kita baik, belum tentu menurut orang lain juga baik. Dan semakin sering atau banyak kita berbuat baik ke orang tersebut, they often take us for granted, instead. Gue nggak tau:
Apakah kebaikan memang benar-benar 'tak ternilai', atau justru 'tak bernilai'.
Priceless, or worthless.
Nggak semua orang seperti itu, ya, tapi bukan berarti orang-orang seperti itu nggak ada.

Seorang teman bilang ke gue, kemarin. "Jangan terlalu mikirin orang. Karena nggak selamanya orang mikirin kita." Dan permasalah gue yang paling utama dari diri gue ini adalah, gue terlalu, sangat amat teramat, mikirin orang lain. I know I really need to stop overthinking and feeling so overwhelmed about what others think and feel about me. Sayangnya, gue belum, atau kata teman gue yang lain, gue nggak akan bisa berhenti ngelakuin itu. Because it simply my disposition.

Dan terkadang, eh sering deh, itu tuh bikin sedih bangeeeeeeet. Seakan-akan gue punya kewajiban untuk selalu melakukan hal yang benar, untuk orang, padahal belum tentu buat diri gue sendiri itu benar. Seakan-akan gue punya kewajiban untuk mementingkan orang lain, padahal nggak jarang orang tersebut juga nggak mementingkan gue, ketika dia punya kepentingan sendiri. Dan ketika satu kali gue gagal atau gue nggak melakukan hal yang biasa gue lakukan, gue dianggap salah. Gue dianggap berubah.

Sometimes I feel so lonely. Selalu berusaha untuk ada bagi orang lain. But I craving the same things toooooooo. Gue juga pengen diperlakukan se-peduli, se-perhatian, se-sayang itu. Tapi kata teman gue lagi (yang bakalan gue ingat terus sampai nanti-nanti), bahwa setiap orang punya cara dan kapasitasnya masing-masing. Dan gue harus menerima itu. Begitu juga gue harus menerima diri gue sendiri, bahwa gue nggak harus kok untuk selalu terlihat baik-baik, menerima, menyenangkan, mengerti, dll, di depan orang. Ada saatnya gue punya prioritas, keinginan, kemauan, dan kemampuan gue sendiri.

Jadiiii, my dear stubborn self, tolong diingat-ingat yah ini (dan bukan cuma diingat, tapi dilakuin!):
"Keep doing good thing, but don't forget that you don't need to do everything."


You May Also Like

0 comments