twitter instagram linkedin
  • HOME


“Kenapa ya, kita bisa berubah gara-gara orang lain? Apalagi orang yang deket gitu.”

“Ih iya bangeeeeettt! Gilak ya, gara-gara dia suka sama Zayn Malik, gue sampe dengerin tuh lagunya berulang-ulang kali. Apa yang dia suka, gue harus suka juga. Apa yang menurut dia bagus, gue juga harus ngerasa bagus. Waktu itu gue lagi beli parfum sama dia, trus ada nih parfum yang wanginya gue suka banget, gue tanya ke dia. Dia bilang, dia lebih suka parfum yang satunya lagi. Akhirnya, gue beli parfum yang kata dia suka itu.”

“Hahahahahahahahahaha apaan sih!”

“Iiiih sialan malah ketawa!”

“Hahahahaha... Kayak, mau nge-impress dia gitu ya?”

“Iya! Biar nyambung! Biar nggak kalah sama cewek-cewek hipster lainnya yang ada di deket dia juga.”

“Hahahahahaha. Trus, akhirnya gimana?”

“Akhirnya pas dia ilang, gue ngerasa ikutan ilang juga. Kayak, dia udah jadi separuhnya gue gituuuuu.”

“APAAN SIH LEBAY AMAT HAHAHAHAHA”

“Emang lo enggak, Rim? Lo juga kan? Iya kaaaaaaaan?”

“Hahahahahahahayajugasihahahahaha”


Seringkali kita emang gitu ya. Berusaha mendekatkan diri, dengan mencari kemungkinan-kemungkinan yang sama dengan orang lain. Kalau dirasa susah atau bahkan nggak ada, pada akhirnya kita menciptakan persamaan-persamaannya sendiri. Boleh nggak? Salah nggak? Ya boleh-boleh aja dan nggak ada salahnya sih.

Kan jadi enak juga, kalau bisa tau referensi-referensi yang baru dan bagus. Yang mungkin ternyata akan ngebawa kita sama hal-hal baru yang akan kita sukai juga. Yang bakalan bikin pengetahuan kita makin luas, dan makin banyak kesenangan yang akan didapat. Yang dari situ juga bisa ngebantu lebih mendekatkan kita sama si orang tersebut. Yang mungkin, kayak apa yang temen saya bilang, bisa ngebantu bersaing sama orang-orang lainnya yang udah duluan satu frekuensi sama dia. Hahahahaha.

Yang disayangkan adalah, kalau kita jadi berubah *untuk* dia. Bukan karena kita emang pengen berkembang, tapi justru memaksakan diri. Padahal nggak suka Zayn Malik, tapi terpaksa dengerin dan dihafal-hafalin lagunya biar bisa nyanyi bareng. Padahal lebih suka minyak telon daripada parfum Victoria Secret, tapi maksain beli karena dia bilang suka wanginya. Padahal nggak ngerti art sama sekali kayak Milly, tapi diusahain sekeras-kerasnya nyari tau sampe ngalahin seriusnya belajar waktu SNMPTN.

Dan yang lebih menyedihkan dari berubah *untuk* orang lain, is loving the idea of being with that person, instead of actually falling in love with her/him, and let her/him fall in love with you, too. Maksudnya, sering kali kita tuh nggak mengenali hati kita sendiri. Karena kita tertarik sama orang, atau ada orang yang tertarik sama kita, maka secara sadar atau nggak, kita udah terpatri untuk "Oh, I have to be with her/him."

Dan untuk itu, kita jadi ngelakuin berbagai macam cara, salah satunya adalah berusaha berubah sesuai sama *apa yang kelihatannya* menjadi ideal type nya atau kesukaannya si orang tersebut. We were happy, in disguise, for we used to try to please that person. While unconsciously, we slowly turned into someone else.

Gitu, yang pada akhirnya, saking sibuknya kita berusaha menciptakan persamaan-persamaan itu, kita jadi kehilangan. Kehilangan diri kita sendiri. Makanya, banyak kan yang kalau habis pisah, bukan cuma ngerasa patah hati, tapi lebih dari itu. Kita kehilangan potongan-potongan puzzle yang tadinya udah –dengan sesuainya- menyusun diri kita.


“Padahal mungkin awalnya dia bisa deket sama lo, karena ngeliat lo yang emang..... diri lo sendiri lho. Ngerti nggak?”

“Iya sih Riiiiiiiimmmm.”

“Heeuh, kadang padahal sebenernya kita nggak perlu nge-impress siapa-siapa. Nggak perlu harus sok-sok berubah buat orang. Padahal mungkin lo yang asik sama dunia lo sendiri, lo yang beda dari yang lain, lo yang kayaknya bahagia dan semangat dan punya prinsip tuh yang bikin dia tertarik. Trus pas lo justru berusaha buat jadi sama, ya lo bukan jadi diri lo sendiri lagi.”

“.....”

“Trus pas akhirnya balik sendirian, jadi repot deh buat self discovery lagi. Hahahahaha.”

“IYA! Sampe harus travelling sendirian, sampe harus nyari-nyari kesibukan ini itu, trus akhirnya nemuin ‘diri kita yang sebenernya’ lagi. Ya kan Rim? Kayak lagunya Taylor Swift yang ‘Out of the Woods’ tuh. “She lost him, but she find herself"."

“Heeuh. Tapi Taylor Swift juga berubah tuh. Jadi cewek typical yang dulu dia omongin sendiri di lagu ‘You Belong With Me’. Hahahaha”

"Iya juga ya. Auk ah, pusing gue."



Yaudah, nge-Taylor Swift ajalah :))








Energetic and Enthusiastic


"As they observe, forming new connections and ideas, they won't hold their tongues –they're excited about their findings, and share them with anyone who'll listen. This infectious enthusiasm has the dual benefit of giving them a chance to make more social connections, and of giving them a new source of information and experience, as they fit their new friends' opinions into their existing ideas. All this adaptability and spontaneity comes together to form a person who is approachable, interesting and exciting, with a cooperative and altruistic spirit and friendly, empathetic disposition. They get along with pretty much everyone, and their circles of friends stretch far and wide."


but,


Overthink Things and Get Stressed Easily


"They don't take things at face value – they look for underlying motives in even the simplest things. It's not uncommon for them to lose a bit of sleep asking themselves why someone did what they did, what it might mean, and what to do about it. All this overthinking isn't just for their own benefit – they are very sensitive, and care deeply about others' feelings. A consequence of their popularity is that others often look to them for guidance and help, which takes time, and it's easy to see why they are sometimes get overwhelmed, especially when they can't say yes to every request."

#ENFP




Walaupun hari ini belum Hari Minggu, tapi dari awal minggu ini saya lagi ngalamin dan ngerasain hal-hal yang abstrak. Saya nyebutnya depresi musiman. Hahahaha. Walaupun bukan depresi beneran, tapi depresi random ini emang sering kali datang kalau lagi musimnya. Biasanya sih kalau habis patah hati, tapi nggak tau deh ini kenapa ngerasain lagi. Padahal pacar aja nggak punya :') *lah curhat*. Pokoknya kalau nggak gara-gara patah hati, berarti suntuk sama daily routine yang nggak bikin saya meledak-ledak ngerjainnya, atau... butuh teman bicara. Bukan sekedar ngobrol yang artificial, tapi a deep, intense conversation.

Anyway tiap lagi depresi musiman, saya yang emang pada dasarnya random, bisa menjadi jauh lebih random sampe-sampe depresi sendiri saking nggak ngertinya. This rollercoaster of emotions is so overwhelming, and exhausting. Dan yang lebih bikin bingung adalah, saya nggak ngerti harus ngapain.

Misalnya, dulu, saya pernah jalan kaki dari asrama ngelilingin kampus malam-malam, sambil dengerin lagu dari earphone. Pernah juga impulsif berangkat sendirian dari Dramaga ke kota, cuma buat makan di angkringan sendirian. Pernah langsung nyari kesibukan absurd sampe ikutan timses politik, dan masiiiih banyak lagi,

Dan beberapa hari belakangan saya lagi membutuhkan itu. Udah capek ngobrol dan ketawa sama temen-temen kantor, udah ngulik-ngulik Anime, udah saking apa yah gemesnya saya nggak ngerti mau apa dan gimana, beberapa saat setelah nyampe kantor, saya tiba-tiba aja jalan ke Blok M. Trus memutuskan untuk nonton bioksop, jam 11 pagi. Sendiri. Iya, begitulah. Hahahaha.

Habis nonton, malah makin pusing. Malah makin 'penuh', pikiran dan hatinya. Tapi setelah itu, saya langsung mendapatkan re-charge energy sebanyak tiga kali.


---


Pertama, waktu makan di Sate Apjay bareng Koh Johan, MD baru di kantor. Jadi ceritanya, sehabis nonton saya laper. Dan pas lagi makan, tiba-tiba ada Koh Johan yang juga mau makan di situ, dan akhirnya duduk bareng sambil ngobrol-ngobrol.

Selama beberapa jam kami ngobrol banyak banget, dari ngomongin Donald Trump, presiden barunya Filipina, orang indigo yang punya kemampuan khusus, seleb homo, sampe ngomongin masalah sosial. Saya lupa lagi ngebahas apa, tapi saya kepikiran perkataan teman yang bilang, "Berbuat baik kan nggak ada ruginya," dan saya sampaikan itu ke Koh Johan. Kemudian dia bilang, "Gini Rim, gue mau ceritain suatu kasus yang nyata terjadi...."

"Ini kisah nyata lho ya. Ada satu cewek muda, yang emang baik sekali. Ramah sama semua orang. Nggak mandang apapun. Di lingkungan rumahnya, semua yang ketemu dia pasti disapa dan diajak ngobrol. Begitu juga ke seorang tetangganya, cowok. Cowok ini ekonominya beda sama si cewek, si cewek lebih beruntung, tapi dia nggak memperlakukannya dengan beda. Karena sikap baiknya itu, ternyata si cowok beranggapan beda. Dia kira, cewek itu punya perasaan sama dia. Akhirnya ditembaklah si cewek. Nah, ceweknya kaget dong. Lha orang dia cuma berusaha bersikap baik aja."

"Trus, trus, gimana Koh?"

"Lo tau akhirnya gimana? Si cewek meninggal. Dibunuh sama cowok itu, setelah dia ditolak dan merasa sakit hati."

"HAH??? Eerrrr,,,,,,," Trus saya diam bentar karena shock. KOK BISA GITU SIH!

"Itulah Rim, kenapa gue bilang gini lho, lo berbuat baik it's okay. Memang udah kewajiban kita. Tapi lo juga harus bisa mikirin, gimana kalau lo ada di posisi orang lain, orang yang nerima itu. Karena lo nggak bisa ngarepin orang semua sama. Apalagi jaman sekarang."

Lalu pembicaraan kami berlanjut dengan membahas topik-topik lainnya. Dan meninggalkan sepotong percakapan ini membekas di pikiran saya.


---


Kedua, besoknya, setelah pulang kerja, saya menunggu seorang teman yang juga katanya pengin cerita. Saking "mendesak"nya, dia rela datang dari Gondangdia ke Panglima Polim. Hahahaha. Yah, topik yang dibicarain masih seputar asmara. Tapi dari ngomongin soal cowok, saya dan dia yang tipe nya mirip ini jadi ngebahas banyak hal.

"Gue pengen deh, terkadang ada di posisi orang yang nggak peduliin perasaan orang lain. Yang nggak terlalu mikirin orang lain, Segalak-galaknya orang ngeliat gue, secuek-cueknya gue sama orang, sebenernya gue nggak enakan gitu. Trus kepikiran teruuuus!" kata dia.

Saya cuma bisa senyum dan jawab, "Capek ya, punya pikiran yang nggak pernah berenti mikir. Tapi mikirinnya hal-hal yang seharusnya nggak usah dipikirin."

"Iya! Gue pernah mikir, gimana caranya gue berenti mikir, tapi pada akhirnya gue mikir juga."

"Hahahaha."

Dari yang tadinya rencana cuma sebentar sambil makan Mie Kari, nggak terasa sampai berjam-jam lamanya. Dari ketawa, bengong, ngangguk-ngangguk, sampe tiba-tiba obrolannya makin serius dan mulailah mengalir cerita-cerita yang tadinya cuma bisa dipendem di dalam hati masing-masing aja. Lalu temen saya itu nangis, saya jadi ikutan nangis. Trus nangis berdua, di tempat Mie Kari, dan diiringin sama musik jedag-jedug dan diliatin abang-abangnya. Hahahahahaahaha. Setelahnya, kami jadi awkward dan malu sendiri. Tapi saya tau, pembicaraan ini meng-upgrade pertemanan saya sama dia.


---


Dan ketiga, sesampainya di rumah, saya melanjutkan perbincangan dengan teman lain mengenai MBTI. MBTI ini teori psikologi tentang penggolongan sifat dan kepribadian manusia, dan lagi menarik banget buat saya. Dari ngomongin MBTI, sampe ngomongin tentang postingan saya yang saya tulis setelah nonton AADC 2.

Dia: "Tulisan lo semacem nyadarin kalau gw perlu ngeliat diri gw dari jarak yang lebih jauh sedikit, untuk memastikan apakah gw berkutat dengan sesuatu yang tepat."

Saya: "Jarak tuh emang perlu sih. Yang penting jangan cuma diamatin, tapi juga dirasain. Lo ngerasain, atau masih berusaha nginget-nginget rasa yang pernah lo rasain?"

Dia: "Sepasif-pasifnya, menunggu tetep kata kerja yah. Butuh daya, ngabisin tenaga."

Obrolan yang ngawang banget, dan sebenernya kami berdua nggak secara gamblang mengutarakan apa yang lagi diomongin. Hahahahaha. Topik cinta, nunggu, zodiak, MBTI masing-masing, lalu berlanjut ke CEO-CEO muda yang inspiratif mengalir deras dan menutup malam saya. Dengan senyum dan rasa bahagia.


---


Tiga percakapan, dengan tiga orang berbeda yang sedikit-banyak 'menyelamatkan' depresi musiman saya. Lega luar biasa! Kenapa? Karena dari obrolan-obrolan itu, banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapet. Banyak nilai-nilai yang akhirnya bisa saya lempar ke otak buat diolah jadi pemikiran-pemikiran sotoy, yang biasanya akan saya gunain kalau lagi sok ngasih saran dan nasehatin orang, atau saya tulis di sini, dan pastinya juga saya telan sendiri biar kenyang juga. Otak saya itu kemaren ibarat lambung yang harus terus ngolah makanan, tapi nggak ada asupan. Akhirnya cuma bisa ngolah gas yang bikin sakit maag.

Sebagai seorang ENFP (yang lagi getol-getolnya baca-bacain artikel tentang ENFP demi mendapatkan pencerahan pembenaran atas ke-campur-adukan dan keribetan pikiran dan perasaan saya), ketika saya nggak bisa menyalurkan gairah dan excitement saya terhadap sebuah medium, maka yang akan saya rasakan adalah langsung kebalikan dari rasa excited itu sendiri, yaitu depression.

Saya susah banget fokus sama rutinitas. Duduk berjam-jam di ruang kerja, dari pagi sampai sore, kemudian besoknya ngelakuin hal yang sama, besoknya gitu lagi, itu bikin.... apa ya, kayak ada yang menggeliat di dalam diri saya minta dilepasin. Nggak tahaaan! Hahahaha. Jelek banget sih, karena kan ya namanya juga hidup ya harus gitu. Ada yang pernah bilang, "life is not only about having fun." Iya, ngerti banget.

Tapi saya tipe orang yang kalau ngerjain sesuatu nggak bisa lama. Nggak bisa dicicil-cicil atau dikerjain secara terus menerus. Jadi, either saya akan kebut di awal, atau saya akan tunda di akhir. Di sela-selanya, saya butuh asupan energi. And I absorb energy from people. Their stories, opinions, emotions, moods, and values. Saya ngebutuhin itu. Makanya, kenapa saya nggak bisa yang sendirian aja gitu, tenang, nggak ribet-ribet, nggak aneh-aneh. Ada kalanya saya akan menyendiri, dan waktu-waktu tersebut sangat sering terjadi kok. But in order to prevent myself from dive so deep into this complex thoughts and a lot of big feelings, I need to laugh about random and unimportant things, I need to hear stories and give mine, I need to have a deep talk, with people.

"ENFPs are passion-driven 'ideas' people. They gain energy from interacting with the world around them, and become quickly excited over new possibilities. Though ENFPs loves being around people, they crave alone time much more than the average extrovert. ENFPs search for a deeper meaning in just about everything, and use their much-coveted alone time to decide how their experiences fit in with their system of core values. To be frank, it's an exhausting personality to have." -Heidi Priebe.


Begitulah, Ribet dan nyusahin banget ya? Hehehehe, saya juga bingung. :p




Saya bukan mau nge-review film Ada Apa Dengan Cinta 2 yang bikin heboh Indonesyah dan bikin baper satu negara, nggak. Ya tapi ada kaitannya sih dikit. Jadi, tulisan ini terpikirkan setelah nonton filmnya, dan merasa....... kecewa. Iyah. Hahahahaha. Sebenernya bukan kecewa Cinta dan Rangga balikan lagi, hellooooohhhh ngeliat mereka berdua akhirnya bareng-bareng setelah sekian purnama tuh udah jadi salah satu life goals kalik. Hahahahahagadeng lebay, intunya gitulah. Yang saya kecewa adalah, caranya. Saya berharap Cinta dan Rangga bisa menemukan hati mereka lagi dengan cara yang lebih.... apa yah bahasanya henggg.... nggak murahan, mungkin?

Menurut saya, yang jahat di film ini bukan cuma Rangga yang mutusin Cinta tanpa alasan yang jelas trus ngilang gitu aja selama sembilan tahun. Tapi mereka berdua. Jahat, jahat banget. Sama Trian. UUUHH. Sampai filmnya habis, yang saya pikirin adalah gimana perasaannya Trian setelah pengakuan Cinta (yang udah tahu salah tapi masih tetep aja ngotot. LEO BANGET SIH. KZL. hahahaha).

Cerita AADC 2 mirip-mirip sama satu drama korea yang pernah saya tonton juga, judulnya Discovery of Love. Gitu deh, sama ngeselinnya. Jadi si cewek ini udah bahagia ngejalin hubungan sama seorang cowok A yang baik banget, udah tunangan juga. Nggak ada masalah apa-apa di antara mereka berdua, sampai akhirnya tiba-tiba cowok B, mantan pacar si cewek yang selama bertahun-tahun ngilang, eh ketemu lagi. Lalu konflik batin terjadi antara mereka berdua. Unfinished business, yang berarah kepada unfinished feelings ternyata. Sampai akhirnya, si cewek memutuskan hubungannya dengan cowok A, dan akhirnya kembali ke cowok B.

Walaupun saya juga adalah fans berat pasangan Cinta-Rangga dan suka banget sama pasangan cewek dan si mantan di Discovery of Love, tapi hati saya tetep retak untuk Trian dan si cowok A itu. Dan saya bertanya-tanya dalam hati, segitu benar kah istilah "memories are scarier than love" itu? Dan apakah itu berarti, cinta nya Cinta untuk Trian dan cintanya si cewek untuk pacar A nya, sebenarnya bukan benar-benar cinta, sedari awalnya? Pelarian kah? Pengisi kekosongan kah? Tapi mereka bahagia, bukan, sebelum si masa lalu ini dateng lagi?

Banyak yang bilang, lha itu loooh yang namanya cinta sejati! Nggak ada yang bisa memaksakan hati. Dan nggak ada juga yang bisa menyalahkan hati yang pergi. Justru sebenernya nggak pergi, tapi kembali. Kembali ke orang yang tepat, yang udah seharusnya memiliki.

TRUS GIMANA DONG SAMA JANJI DAN KOMITMENNYA CINTA SAMA PASANGAN YANG SEKARANG? Katanya, cinta adalah komitmen? Hmm... Hmm.. Hmm.. Mungkiiin, all promises made on the basis of love, are true. Tapiii kalo kata Discovery of Love ginih: "...but there’s no one who will fulfill that eternal promise after that love has ended. A promise only lasts as long as the love does.” Dan ketika mereka memilih kembali sama masa lalu mereka itu, ya cinta yang ke pasangan sekarang, udah mati.

TAPI, TAPI, TAPI... Berarti semua orang bisa balik ke mantan-mantan legendarisnya dong? Jadi, kenangan lebih kuat dari masa sekarang? Iyah? IYAH?! *kata orang-orang berpacar yang langsung insecure* hahahah. Hengg, nggak juga kok.

Bahkan hampir setiap saya nonton drama korea ya (dan itu buanyak banget!), pasti default ceritanya nggak jauh-jauh dari gini: ada cowok perfect, punya mantan yang perfect juga, trus ditinggalin sama si mantan, trus ketemu cewek baru yang biasa banget, trus saling suka, trus mantannya yang dulu dateng lagi, trus galau, tapi ujungnya, akhirnya si cowok milih cewek yang sekarang.

Why? Karena buat beberapa orang, se-nggak terlupakan apapun dan kayak gimana pun masa lalu mereka, pada akhirnya, they moved on, eventually. Their life, and their hearts. They've grew apart. Udah terlalu banyak hal yang berubah, dan hati mereka juga udah berubah. Kenangan, cuma akan bisa dikenang aja, tapi nggak untuk diulang. Their hearts will shaking for a while, the memories will taking over, tapi setelahnya mereka sadar, they don't live in the past anymore.

Jadi.... intinya apa?

Intinya.....





NGGAK TAU. HAHAHAHAHAHA.

Makanya judulnya teh juga udah gitu, ada apa dengan cinta.



What is love, actually?


Girls are taught a lot of stuff growing up. If a guy punches you he likes you. Never try to trim your own bangs and someday you will meet a wonderful guy and get your very own happy ending. Every movie we see, Every story we're told implores us to wait for it, the third act twist, the unexpected declaration of love, the exception to the rule. 
But sometimes we're so focused on finding our happy ending we don't learn how to read the signs. How to tell from the ones who want us and the ones who don't, the ones who will stay and the ones who will leave. 
And maybe a happy ending doesn't include a guy, maybe... it's you, on your own, picking up the pieces and starting over, freeing yourself up for something better in the future.Maybe the happy ending is... just... moving on. Or maybe the happy ending is this, knowing after all the unreturned phone calls, broken-hearts, through the blunders and misread signals, through all the pain and embarrassment you never gave up hope.

-He's Just Not That Into You, 2009



Habis dengerin cerita seorang teman, dan langsung kepengen nonton film ini lagi. Trus langsung nonton, di kantor. Hahahaha :p One of my favs all the time!
Ada 'asa' dalam terbiasa.
Pun halnya dengan 'bias'.
Entah akan jadi harap, atau cuma prasangka yang berujung ratap.


Hari Kamis yang super manis! Berwisata singkat yang akhirnya nggak cuma jadi rencana berujung wacana aja. Wisata bareng berdua sama Betris, teman kenal sebulan di Provoke yang super berisik, rese, tapi nyenengin ini emang udah kami rencanain dari jauh sebelumnya, pas baru seminggu kenal. Hahahaha. Tapi ya biasa, ngomong cuma ngomong, nggak terlaksana sampai Bebe keburu cabut dari kantor duluan.

Dua hari sebelum pergi, Bebe nge-whatsapp saya ngajakin main. Tadinya rencana kami mau ke Bogor, yang saya "iya-in aja dulu" padahal sebenernya males. Ahahahaha. Lebih tepatnya bingung sih, ke Bogor tuh mau ke mana dan mau ngapain. Tapi H-1, rencananya berubah dadakan dari Bogor jadi ke Pecinaan. Iyah, sungguh jauh. Maklum, emang anak-anak random. Rencana nge-date berdua juga berubah jadi berempat, bareng Ocky dan Mas Kiram.

Perjalanan ke Pecinaan (yang katanya dibaca "pe-ci-nan" bukan "pe-ci-na-an") ditemenin sama hujan dan macetnya Jalan Sudirman yang bikin nggak sabar. Padahal saya pikir, Jakarta bakalan kosong ditinggal penghuninya liburan, eh ternyata sama aja. Singkat cerita (karena lagi males nulis huahuahahaha), akhirnya sampai, gerimis-gerimis, nyari parkir, udah dapet trus karena rencananya akan lama jadi disuruh pindah sama kang parkirnya, dengan ancaman "nanti diderek!", cari parkir lagi, dapet, janji dua jam bakal balik.

Tujuan pertama kami di sana adalah Kopi Es Tak Kie. Konon, kedai kopi ini terkenal banget. Saya sih belum pernah denger. Tapi katanya, saking terkenalnya, tempatnya selalu ramai dan jam 2 siang udah tutup. Penasaran, kayak apa rasanya!



Kopi Es Tak Kie ada nggak jauh dari bibir Gang yang kanan kirinya penuh sama orang-orang jualan makanan. Begitu masuk ke kedai kopi ini, kesan pertama buat saya adalah.... Klasik banget! Lucu, khas tempat makan orang Cina, yang di dalamnya penuh sama orang-orang Cina, dan bikin saya agak sungkan sedikit. Hehehehe. Jadi berasa asing sendiri. Berempat mesen es kopi susu dan penasaran kayak apa rasanya, sambil sibuk ngeliatin kanan-kiri-atas-bawah, takjub, dan geleng-geleng ketika ditawarin makan nasi tim sampai mie pangsit.



Es kopinya gimana? Hengggg.... SAMA AJAH KAYAK ES KOPI-ES KOPI DI WARKOP. ahahahahaha. Gatau yah, saya yang nggak ngerti kopi atau gimana :')) tapi ya emang udah, gitu ajah. Harganya pun lumayan, 17 ribu per gelasnya. Tapi buat saya, yang jadi mahal sih emang suasananya. Suasana yang cuma bisa ditemuin di Tak Kie aja. Keluarga besar Cina yang kumpul dan ketawa ramai-ramai, beberapa ibu Cina yang mampir sehabis belanja, dan kami, empat anak-anak muda yang ngeliatin suasana itu dengan tatapan nggak biasa. Hahahaha.

Highlight dari perjalanan ini sebenernya adalah: mau diramal di Vihara. Kata Betris sih gitu. Sebelumnya dia udah gembar gembor kalau di Vihara Petak Sembilan, kita bisa diramal. Tapi begitu sampai di Vihara Dharma Bakti, nggak ada tanda-tanda tempat dan orang yang mau ngeramal tuh. Hissshhh, dasar. Hahahaha.

Tapi untung nggak buru-buru pulang. Pas lagi keliling dan foto-foto, Mas Kiram nanyain ke salah satu penjaga Vihara, namanya Pak Ahin yang lalu ngasih tau kalau kita bisa berdoa dan menanyakan sesuatu sama Dewa di Vihara itu. Hemmm lupa detailnya, nggak terlalu merhatiin. Pokoknya dicoba aja. 

Ritualnya, menyapa nama Sang Dewa, memperkenalkan diri, mengocok sebuah tabung berisi stik kayu (atau bambu?) yang berisikan nomor-nomor sampai keluar satu stik yang akan menjadi penentu "nasib" kita, lalu menyerahkannya ke Dewa dengan melemparkan dua buah batu. Kalau dua buah batu itu sama-sama jatuh terbuka, katanya Dewa ketawa atas pertanyaan kita. Kalau tertutup, Ia marah. Tapi kalau satu terbuka dan satu tertutup, Dewa nya menerima.



Dimulai dari Betris yang emang kayaknya paling semangat. Dalam satu kali coba, dia berhasil ngelakuin ritualnya dengan bener, dari awal sampe akhir, dan langsung dapet kayak semacam "fortune paper" gitu, yang isinya bagus! Itu tuh langsung bikin yang lain jiper duluan. Kayak udah set the bar too high, padahal baru pemain pertama. Ih, sebel. Hahahaha.

Saya mutusin buat nyoba terakhir. Soalnya deg-degaaaaan banget. Deg-degannya bukan takut bakalan dapet ramalan jelek, tapi deg-degan nggak bisa ngelakuin ritual dengan bener, dan ngulang-ngulang terus, dan bikin malu. Hahahaha. Dan ituuuu jadi kenyataan. Dua kali batu saya jatuh dalam keadaan dua-duanya terbuka, saya jadi ngerasa diketawain beneran. Entah sama Dewa, entah sama orang-orang yang ada disitu.

Di percobaan ketiga, akhirnya berhasil juga. FIYUUUHHH. Dan ternyata, kebetulan saya dapet kertas keberuntungan yang baik, jadi tuh kayak bonus aja. I considered myself not a lucky person sih, biasanya. Hahahahaha.

Dibalik ramalannya yang baik, saya suka banget sama kata-katanya. Ini yang bikin pasti penyair! :p





Ramalannya nggak perlu dipercaya sih, tapi pada prinsipnya saya percaya kalau hidup, baik dan buruknya emang tergantung dari gimana kita ngejalaninnya.

"Ada kekhusyukan yang ceria." -Mz Kiram @terlalurisky 📷 Honestly I didn't realize I was smiling when doing this. All I remembered was not my question nor wish to be asked to the 'Dewa', but whether I'm doing this ritual properly. So in my head I just said, "Bismillah semoga ngocoknya bener, semoga stik kayu nya bisa keluar satu doang, semoga gak malu-maluin." hahahaha 🙈 But yes, praying is universal. And I believe the good or the bad of our life, is due to whatever we do. Like my fortune paper says: "Berkah tumbuhnya pada hati jujur, berbudi, beramal, dan mengabdi." It's one fun experience! 😁
A photo posted by Ratu Rima Novia Rahma (@raturima_) on May 5, 2016 at 11:23pm PDT

Kamis manis saya ditutup dengan mengisi perut yang udah keroncongan di sebuah restoran lucuk nan hipster di Kawasan Kota Tua. Namanya Historica. Lucu banget gemes, dan nyamaaan sekali!


One fine day! Terima kasih juga buat Betris, Ocky, dan Mas Kiram! :D




Note: Apa yang saya tanyain waktu berdoa di Vihara? Nggak fokus sih, nggak spesifik nanya satu pertanyaan juga. Tapi dari sekelebat pikiran-pikiran, salah satu jawabannya ada di kertas itu tuh. Katanya, "sesuai pada musim semi." Hahahahaha :p


really? (sumber: pinterest)


Ceritanya, Hari Jumat yang lalu, saya dan seorang teman sedang mengelilingi bursa buku di Blok M Square, mencari buku tentang kolesterol untuk kenang-kenangan teman lain yang akan resign dari kantor, setelah makan soto betawi favorit. Sambil jalan, kami berdua ngobrolin banyak hal seperti biasa, sampai nggak lupa ke topik tentang cowok. Hehehe, maklum, namanya juga cewek-cewek.

"Jadi, lo kenapa nggak berani untuk nyapa dia setiap ketemu langsung?" tanya saya.

"Karena gue belum bisa, dan mungkin belum mau, untuk mengatur ekspektasi gue, ke dia." jawab teman saya itu.

"Ngatur ekspektasi?"

"Iya."


Trus kata-kata dia langsung terngiang-ngiang di dalam kepala saya, sampai sekarang.
Mengatur ekspektasi.

Nggak tau siapa yang mulai, tapi emang katanya, "expectation kills". Kalau kita nggak mau kecewa, ya jangan berekspektasi. Karena kalau kita udah berekpektasi dan hal yang kita harap-harapkan itu nggak sesuai sama bayangan, nanti jadi kecewa sendiri, sedih sendiri, marah sendiri, susah sendiri.

Iya! Bener banget! Setuju!



Tapi......

Living in this world, as a girl yet to be a woman in her 20s who's still unsure about everything, saya ngerasa "mengatur ekspektasi" itu adalah sebuah tugas yang berat. Berat banget nggak sih? Kayak, mau gimanapun, kita pasti akan selalu berekspektasi sama hal apapun. We, humans, set expectations to all our surroundings.

Saya tuh orang yang gampang banget berekspektasi sama segala hal. Uuuuuhhh. Mungkin saya lebih suka ngegunain kata 'faith' daripada 'expectation'. Dan itu, susah untuk bisa diatur. Mau sok-sokan cuek bilang, "Ah gue sih nggak ngarep", atau "Gak mikirin sih, kalau rejeki ya nggak kemana, kalau jodoh ya pasti ketemu, kalau emang udah takdirnya ya pasti ada jalannya." pun, dalam hati pasti tetep aja ada harap-harap cemas degdegserrr sendiri. Hahahahaha. Kayaknya semua orang pasti gitu deh! Eh, iya nggak?

Walaupun kita udah mencoba mengatur, atau sampai mengenyahkan ekspektasi, tapi udah nature nya manusia untuk punya harapan. Dan emang bener, sometimes we expect or put so much faith in certain things/people. And when the things doesn't meet our expectation, we ended up being disappointed. Tapi, nggak lantas kita jadi bisa berhenti buat berharap pada hal-hal selanjutnya nggak sih?

Yes. Expectations create damages, but we can't help to still expect.

Kamu ikutan suatu lomba, pasti kamu ada rasa berharap untuk bisa menang.

Kamu punya perasaan sama orang lain, pasti ada harapan orang itu punya perasaan yang sama kayak kamu.

Itu, wajar sekali. Dan itu, emang fitrahnya manusia. Saya salah satu yang kayak gitu! Hahahaha.


TAPIIII....

Kalau outcome-nya nggak sesuai sama harapan saya, saya lagi dan masih belajar banget buat menerima aja gitu. Kayak, yaudahlah yaaaa. Karena saya tau, nggak semua yang saya mau bisa saya dapet. Nggak semua orang bisa memenuhi ekspektasi saya. Nggak semua orang punya pikiran dan hati yang sama kayak saya. Sama seperti saya, yang juga pasti nggak sesuai sama ekspektasi orang yang udah berekspektasi ke saya (duh, ekspektasi-ception haha).

Untuk nggak ngelakuin sesuatu karena kita takut buat berekspektasi, errrr.... rasanya terlalu disayangkan ya? That would be like saying that we shouldn't have do something, or loved, in the first place. Karena takut kecewa, kita jadi menolak untuk berbuat sesuatu. Saya sering begitu, tapi pada akhirnya saya sadar kalau, people can expect, and people should expect.

Apa yang teman saya bilang itu bener, kita harus bisa mengatur ekspektasi. Tapi juga gimana cara kita mengatur dan menyiapkan perasaan dan diri kita sendiri, untuk menerima apapun hasil dari ekspektasi kita. Karena kalau nggak ada ekspektasi, nggak akan ada sesuatu yang akan kita mulai. Whether that story will turn to be beautiful or give us a heartache, let it be. Because in the end, we will always be okay.

So, set the bar of expectation! But set it where humans can reach, no above the heavens though.

*Semoga bisa diaplikasikan terhadap diri sendiri*

:),

Newer Posts
Older Posts

Hello, It's Rima!

Hello, It's Rima!
A free-spirited hippy type that often get soaked from dive so deep into her complex thoughts and a lot of big feelings.

Labels

asi vs sufor engagement korean drama life menujurrumah parenthood Rania review film rima's k-drama recap

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  April (2)
  • ▼  2016 (35)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ▼  Mei (8)
      • She Lost Him, But She Find Herself
      • Two Sides of Coin
      • Tiga Percakapan
      • Ada Apa Dengan Cinta
      • Girls are taught a lot of stuff growing up. If...
      • Ada 'asa' dalam terbiasa. Pun halnya dengan 'bias...
      • Sesuai Pada Musim Semi
      • Mengatur Ekspektasi
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2015 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2014 (40)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (31)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)

Find something

Most Popular

  • Apa Cita-Citamu?
  • Everybody's Changing
  • Lumos
  • Do Something, Make Something
  • We Can't Wait Forever
  • Nozomi, A Hope
  • Conquering Query

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates