Hilang Dalam Ruang

by - Januari 15, 2014


Di semua sudut jalan sejauh pandang, ku lihat hanyalah remang. Tak ada warna yang menyilaukan, riuh orang dan kendaraan yang memekakkan pendengaran, pun tak ku jumpai burung-burung berani berterbangan. Dimana aku sekarang?

Ku buka catatan demi catatan dalam pikiran. Tenggelam jauh menuju dasar kehampaan tak berujung dan tak berakar. Berjalan masuk, sedikit berlari, sampai aku menemukan sebuah keramaian. Apa ini? Seperti ada pasar dalam perasaan, ku terjebak dalam kerumunan emosi tak tertafsirkan.

Terdorong kesana kemari oleh riuh macam rasa tak tergambarkan. Ku perhatikan raut-raut wajah sang pembuat kebisingan, tapi tak satupun ku kenal; Siapa kalian? Tanyaku heran. Perasaan dalam jiwa, kata mereka sembari tertawa.

Gelap, pengap, aku merasa sesak. Satu persatu mereka mulai merengkuhku dengan nafsu; Mengikat dan membelenggu, aku terkukung dalam semu. Berteriak dan memberontak, ku lepaskan diri dengan susah payah sampai berdarah.

Kemana aku harus pergi sekarang? Ramai rupanya bukan yang menyenangkan. Lalu ku seret kakiku menuju persimpangan jalan ke sebuah gang tanpa papan. Ah, disini tak ada orang, mungkin aku bisa beristirahat sebentar, dan bersandar dengan tenang.

Semilir angin dingin tiba-tiba datang tanpa undangan. Ku rasakan sensasi menggelitik pada tengkuk leherku yang kurus menjulang; Ini bukan rasa yang menentramkan, ku tajamkan mata bersiap menyambut apapun yang datang.

Lama, ku tunggu namun tak ada yang tiba. Ternyata aku salah, buktinya aku masih sendiri berteman sunyi; Dimana ini? Tanyaku sambil berdiri. Ini dalam hati, terang sebuah suara tanpa pemilik.

Aku tercekat, suara itu terdengar keras dan datar namun tidak ramah. Ketakutan, aku memutuskan untuk berbalik dan keluar. Baru beberapa langkah, didepanku menjulang sebuah tembok yang menghalang. Apa lagi ini sekarang? Ku coba tendang dengan sekuat tenaga, namun tetap bergeming dengan jumawa.

Apa maumu? Aku tanya dengan lantang pada suara tak bertuan itu. Tak ada jawaban, sampai ku dengar sebuah tangisan. Segera kehampaan merasuki dada, air mataku pecah juga. Aku menyerah, rasa apa ini? Begitu membuat tersiksa.

Seiring bulir air yang jatuh dari mata, tembok itu perlahan mulai sirna. Nyaris tanpa tenaga, aku merangkak untuk bangkit keluar dari tempat yang sangat suram ini. Suara tangis itu belum juga berhenti, sepertinya ia rindu akan sesuatu. Ah, bukan urusanku, yang penting aku terbebas dari kurungan itu.

Sejauh ku berjalan, seperti hanya berputar-putar pada satu persimpangan. Hitam, putih, dan abu-abu, aku merasa berada dalam masa lalu. Ini tidak asing, seperti jalan yang pernah ku lalui sebelumnya. Tapi kapan?

Aku mendongak, melihat langit yang tertutupi awan hitam. Ku coba perhatikan, ternyata itu bukan awan, melainkan aliran-aliran ingatan yang berterbangan Astaga, bagaimana ini bisa aku rasa? Apa aku gila?

Tengok ku ke sebelah kanan, ada pasar yang ramai dalam perasaan. Aku tidak ingin kembali kesana, terlalu sesak dan susah bergerak. Ku arahkan pandangan ke arah sebaliknya, ada sepi sunyi dalam hati. Menari-nari mengajakku kembali, namun aku tidak ingin sendiri.

Kemana aku harus berpulang?

Aku hilang dalam ruang.

Aku ingin ditemukan.


-tulisan di tumblr. 1,5 tahun yang lalu




You May Also Like

0 comments