Kemana?
Ada yang bilang, jarak adalah musuh besar kebersamaan. Jarak
memisahkan dua raga yang seharusnya berjalan berdampingan.
Tapi benarkah
demikian? Ada pula yang bilang, jarak akan menguatkan. Ketika dua hati
terpaut pembatas yang begitu luas, disitulah letak kesetiaan akan
ditemukan.
Siapa yang bisa memberikan jaminan? Namun jarak yang paling
jauh, bukanlah di ukur dari banyaknya kilometer yang terbentang,
melainkan ketika kita sedang berjalan seiringan, namun hati dan pikiran
berkhianat menuju tempat lain persinggahan.
Semesta sedang mempermainkan. Dan manusia terlalu angkuh menganggap
dirinya adalah pemilik dari kehidupan. Katanya, hidup adalah
perpindahan. Kita terus dipertemukan dan tidak tahu kapan harus kembali
mengalami perpisahan. Apa ada cara lain, selain bertahan dan mengikuti
alur perjalanan?
Berapa banyak orang yang telah kita temui, dan berapa banyak yang
tetap tinggal di kehidupan, bukan sebatas menjadi kenangan? Bagaimana
kita bisa tahu, kapan kita harus berhenti melakukan pencarian?
Katanya, cinta dapat mematikan logika. Katanya pula, cinta adalah
soal rasa, bukan hanya teorika. Namun, dapatkah ia disebut cinta, bila
memiliki kadaluarsa? Atau, apakah yang namanya cinta, dapat terbagi
sedemikian rupa?
Kalau semesta berkonspirasi untuk mempersatukan, mengapa selalu
tangis dan air mata yang tersisa di akhir cerita? Layaknya semua roman
picisan yang selalu indah di awal, namun lenyap seketika dimakan zaman.
Cinta yang tadinya terasa menyejukkan dan mendamaikan, kini hanya
menyisakan simpul luka yang tak bisa teruraikan.
Bukan jarak musuh besar kebersamaan. Ia kecil, jika tak ada yang
namanya kebohongan dan penghianatan. Lalu, apa gunanya cinta, bila hanya
menimbulkan kesengsaraan untuk melupakan? Apa cinta tahu, bagaimana
perihnya mengalami kehilangan? Jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam,
bagaimana bisa melanjutkan kehidupan, bila tak ada lagi cinta yang
dahulu digenggam?
Mungkin duka yang paling pedih adalah duka yang dibalut oleh tawa yang keras. Cinta yang paling sedih
adalah cinta yang dibalut oleh keterpaksaan. Dan kehilangan yang paling perih adalah keberadaan yang dibalut oleh harapan semu.
adalah cinta yang dibalut oleh keterpaksaan. Dan kehilangan yang paling perih adalah keberadaan yang dibalut oleh harapan semu.
Ah, menyedihkan.
Kini aku tahu, berdampingan tidak selalu dapat bergenggaman tangan.
Kita mungkin tetap berjalan beriringan, melewati rute kehidupan yang
masih satu arah dan tujuan, namun kita telah berbeda jalan pulang.
Kemana?
Kemana?
0 comments