Kemana?

by - Januari 16, 2014


Ada yang bilang, jarak adalah musuh besar kebersamaan. Jarak memisahkan dua raga yang seharusnya berjalan berdampingan.

Tapi benarkah demikian? Ada pula yang bilang, jarak akan menguatkan. Ketika dua hati terpaut pembatas yang begitu luas, disitulah letak kesetiaan akan ditemukan.

Siapa yang bisa memberikan jaminan? Namun jarak yang paling jauh, bukanlah di ukur dari banyaknya kilometer yang terbentang, melainkan ketika kita sedang berjalan seiringan, namun hati dan pikiran berkhianat menuju tempat lain persinggahan.

Semesta sedang mempermainkan. Dan manusia terlalu angkuh menganggap dirinya adalah pemilik dari kehidupan. Katanya, hidup adalah perpindahan. Kita terus dipertemukan dan tidak tahu kapan harus kembali mengalami perpisahan. Apa ada cara lain, selain bertahan dan mengikuti alur perjalanan?

Berapa banyak orang yang telah kita temui, dan berapa banyak yang tetap tinggal di kehidupan, bukan sebatas menjadi kenangan? Bagaimana kita bisa tahu, kapan kita harus berhenti melakukan pencarian?

Katanya, cinta dapat mematikan logika. Katanya pula, cinta adalah soal rasa, bukan hanya teorika. Namun, dapatkah ia disebut cinta, bila memiliki kadaluarsa? Atau, apakah yang namanya cinta, dapat terbagi sedemikian rupa?

Kalau semesta berkonspirasi untuk mempersatukan, mengapa selalu tangis dan air mata yang tersisa di akhir cerita? Layaknya semua roman picisan yang selalu indah di awal, namun lenyap seketika dimakan zaman. Cinta yang tadinya terasa menyejukkan dan mendamaikan, kini hanya menyisakan simpul luka yang tak bisa teruraikan.

Bukan jarak musuh besar kebersamaan. Ia kecil, jika tak ada yang namanya kebohongan dan penghianatan. Lalu, apa gunanya cinta, bila hanya menimbulkan kesengsaraan untuk melupakan? Apa cinta tahu, bagaimana perihnya mengalami kehilangan? Jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam, bagaimana bisa melanjutkan kehidupan, bila tak ada lagi cinta yang dahulu digenggam?

Mungkin duka yang paling pedih adalah duka yang dibalut oleh tawa yang keras. Cinta yang paling sedih
adalah cinta yang dibalut oleh keterpaksaan. Dan kehilangan yang paling perih adalah keberadaan yang dibalut oleh harapan semu.

Ah, menyedihkan.

Kini aku tahu, berdampingan tidak selalu dapat bergenggaman tangan. Kita mungkin tetap berjalan beriringan, melewati rute kehidupan yang masih satu arah dan tujuan, namun kita telah berbeda jalan pulang.

Kemana?

 

You May Also Like

0 comments